Karena Kita Remaja
October 10, 2012
Sebuah tulisan adalah makna dalam
kesederhanaan...
Sekitar seminggu yang lalu, aku
berhenti di lobi asrama. Di lobi asrama lantai satu terdapat rak
sepatu dan kaca tempat divisi jurnalistik biasa memajang surat kabar
harian. Tentu saja bukan rak sepatunya yang membuatku berhenti,
melainkan headline surat kabar hari itu.
“Seorang Siswa SMA
Terbunuh dalam Tawuran Pelajar”
Aku
tertegun sambil menelusuri artikel itu per kata.
Artikel
sepanjang setengah halaman surat kabar itu mengungkapkan tentang
kronologi terjadinya peristiwa itu. Penulis juga menambahkan beberapa
fakta mengenai tawuran pelajar di Indonesia selama tiga tahun
terakhir.
Bukan
'terbunuh'nya yang membuat aku membatin. Setiap harinya pasti ada
manusia yang meninggal dunia, jadi 'terbunuh' itu bukan masalah
besar.
Siswa
SMA
Sebagai
sesama pelajar SMA, aku kecewa.
Aku
kecewa karena teman-teman sebayaku di luar sana masih menghabiskan
waktu untuk melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat. Mungkin aku
tidak bisa mengerti bagaimana rasanya sekolah di SMA Negeri non
asrama, tapi aku mengerti bagaimana jiwa siswa SMA.
Jiwa-jiwa
kita adalah jiwa yang baru tumbuh. Baru 'mulai' memaknai kata
kedewasaan. Kita masih mudah diombang-ambingkan dalam perjalanan.
Terkadang kita menjadi sangat idealis, namun terkadang kita menjadi
sangat egois. Kita penuh semangat, terbakar, dan bersiap melakukan
apapun untuk menggapai tekad. Percayalah, kita sama, kawan.
Namun,
apa itu artinya wajar bagi kita untuk mengekspresikan kebebasan jiwa
tanpa batas?
Tidak
juga.
Disini,
si asrama Insan Cendekia Serpong, dengan segala keterbatasan yang
kami miliki karena peraturan yang begitu mengikat, kami bisa
menyelenggarakan acara yang begitu besar, hebat, bermanfaat. Meski
harus melalui proses perijinan yang berlapis, mengorbankan sebagian
besar waktu luang kami yang sedikit, bahkan kadang mengorbankan waktu
yang harusnya kami alokasikan untuk akademik. Kami menjalaninya. Kami
percaya inilah ujian kami yang paling kongkrit, inilah 'sekolah' yang
sebenarnya.
Tapi,
disaat kami mebuat surat berlembar-lembar hanya untuk 1x45 menit
meninggalkan kelas, teman-teman di luar sana dengan mudahnya membolos
berhari-hari. Disaat kami selalu berusaha meredam masalah yang kadang
bergejolak antar angkatan, teman-teman diluar sana malah makin
kencang meneriakkan pem-bullyan
atau bahkan tawuran lintas sekolah.
Ada
apa dengan kalian, teman?
Kalau
kami saja dengan keterbatasan bisa sukses, apalagi kalian yang tidak
dibatasi seperti kami. Kalian harusnya bisa melebihi kami.
Tapi,
kalian dibutakan oleh kebebasan. Pola pikir liberal mulai menjalar
dalam otak kalian. Rasionalitas mulai bergeser. Yang tadinya bukan
merupakan sebuah kewajaran, perlahan mulai tersamar. Contoh kecil,
rencana tawuran menjadi hal yang lazim dibahas, berpacaran tanpa
batas juga sudah dianggap wajar, membohongi orangtua sudah enteng
saja.
Padahal
kalian meneriakkan kebencian pada para penjahat negeri. Katanya
kalian tidak ingin negeri ini tambah bobrok karena korupsi. Katanya
kalian ingin Indonesia bukan lagi negara yang SDMnya bodoh dan
miskin. Tapi yang kalian lakukan tidak membuktikan kebencian kalian.
Sadarlah
teman, negeri ini takkan maju jika hanya satu dua orang yang
bergerak. Kita harus bergerak bersama-sama.
Melalui
artikel ini, aku menyalahkan KALIAN atas degradasi moral bangsa ini,
termasuk tawuran yang mendatangkan korban juwa. Aku tidak ingin
seperti artikel-artikel di koran yang menyalahkan berbagai pihak dari
orangtua, guru, sekolah, bahkan sampai lembaga nasional. Aku
menyalahkan kalian yang membuat semua orang berfikir kita hanyalah
objek. Apa yang terjadi semuanya adalah salah KALIAN, tidak ada
hubungannya dengan orangtua, guru, dan sekolah yang aku percaya sudah
memberikan yang terbaik.
Kita
bisa mengatur diri kita sendiri, kita tahu mana yang benar, kita tahu
apa yang harusnya kita lakukan. Jadi, ayo buktikan kalau kita BUKAN
GENERASI PENERUS, yang meneruskan kekacauan negeri ini, dan
kebobrokan pemerintahnya yang korupsi. Tunjukkan kalau kita adalah
GENERASI REVOLUSI, yang akan bekerjasama merevolusi negeri ini
menjadi luar biasa.
Pikirkan
setiap hal dengan matang, teman. Dan yang paling penting jangan
pernah berhenti menjadi idealis.
Kita
remaja. Kita muda. Kita terbakar semangat. Dan kita idealis, walau
kadang egois.
Written by Anna Kumala
0 comments