Berceritera Berpuluh Purnama

July 23, 2021

Mungkin aku sudah pernah menuliskan ini sebelumnya. Tapi aku sangat menikmati luar biasa saat jari ini menari dengan cepat bahkan lebih cepat dari kemana fikiranku bisa berlari.


Sudah lebih dari sepuluh tahun sejak aku membuat laman ini untuk pertama kalinya. Sejak anak berusia belum empat belas bercerita apa itu cinta, apa itu duka, apa itu gulana. Sudah pernah aku melalui masa-masa bertanya tentang apa salahku, hingga berkaca apa kurangku. Sudah ada cerita tentang patah hati dan mematahkan hati. Sudah ada cerita tentang bersalah dan belajar memaafkan.

Rasanya sudah lengkap.

Laman ini sudah menemaniku bercerita tentang semua rasa, asa, duka, bahagia bersama, atau nelangsa tanpa suara dan mungkin ia masih akan terus disini. Lebih dahulu datang daripada kamu yang akhirnya memilih si kakak, dan lebih lama bertahan dari si teman istimewa yang akhirnya menemukan muara.

Bertumbuh bersama laman ini mengingatkanku bahwa aku pernah begitu merasa sakit karena tertusuk ujung jarum. Tapi aku juga pernah berakhir baik-baik saja setelah diterpa kemarau panjang, atau banjir bandang yang kian meradang. Aku pernah terbata berkata sambil bercucuran air mata, tapi juga pernah tersenyum tiada henti dan percaya bahwa tiada yang lebih membahagiakan lagi selain 'hari ini'.

Ah, aku juga pernah begitu percaya diri bahwa aku mampu meruntuhkan hegemoni dunia ini. Meskipun di kali berikutnya tiba-tiba aku merasa tak ada daya untuk berupaya. Rasanya kaki, tangan, bahkan suara, sudah habis menguap akibat luka yang menganga. Tapi nyatanya, hari ini aku masih bisa berkata-kata, dan bercerita bahwa menghadapi yang lebih menyakitkan pun aku masih bisa.

Aku juga pernah cerita tentang kecewa. Mengecewakan dan dikecewakan. Ternyata yang kedua lebih baik dari yang pertama. Sungguh.

Sudah puluhan purnama aku berceritera. Dan sampai saat ini aku tidak tahu kapan ceritaku akan berhenti bermunculan. Rasanya selalu ada yang perlu kutuliskan. Meski tidak setiap saat seperti masa SMA yang penuh warna, atau dunia kampus yang sering bikin pupus, tapi sesekali ada juga yang perlu kamu tahu, diriku di masa depan.

Seperti saat ini. Kamu harus tau bahwa saat ini kamu sedang benar-benar muak dengan dunia ini dan dengan semua orang. Yang kamu inginkan hanyalah pergi sejauh-jauhnya karena buatmu sejauh apapun kamu pergi tidak akan ada yang mencari, dan itu bukan hal buruk sejujurnya. Kamu ingin berhenti dari apapun yang saat ini kamu kerjakan, kamu yakin bahwa pekerjaanmu, usahamu hari ini takkan membawamu atau apa yang kamu kerjakan kemanapun. Saat ini kamu merasa bahwa kamu sedang menjalani hidup yang tidak bernilai, yang entah apa dampaknya untuk dunia yang kamu tinggali.

Tapi dengan menulis ini, aku punya harapan bahwa mungkin saja kamu yang akan membaca ini beberapa tahun lagi akan dengan yakinnya bilang bahwa saat ini adalah fase lainnya yang berhasil kamu lewati untuk menjadi orang yang lebih baik.

Tidak apa, An. Ingat bahwa kamu pernah begitu dibenci karena ambisimu, tapi kamu juga pernah dibenci karena kelurusan hidupmu. Tidak apa kalau kamu tidak pernah menormalkan korupsi, atau berniat mengeksploitasi koneksi, tidak apa kalau kamu hanya mau tau kompetensi, dan begitu membenci kolusi, apalagi nepotisme.

Tidak apa kalau kamu terus membenci ketidakidealan, tidak apa kalau kamu tidak punya cita-cita jadi orang kaya yang menyengsarakan rakyat biasa.

Tidak apa.

Hiduplah sesukamu, dan mati sebagaimana kamu ingin mati. Berjuanglah seperti hari ini adalah hari terakhirmu berjuang. Berjuanglah bukan untuk kamu, tapi untuk menjadikan dunia yang kamu akan tinggalkan ini menjadi tempat yang lebih baik.

You Might Also Like

0 comments