Terpanggil lagi.
Entah aku harus bersuara atau hanya terdiam dan menunduk.
Malu.
Tapi rasa kecewa lebih mendominasi sebenarnya. Kecewa pada diri sendiri yang hilang kontrol.
Memang benar, segala sesuatu yang tercampuri emosi tidak akan berakhir baik.
Saat itu hanya, terlalu emosional, terlalu berapi-api.
Salahku memang. Aku tidak akan mencari pembenaran sebab aku memang jelas salah.
Aku jadi ingat kata guruku dulu.
Tapi jika akhirnya perasaan emosional itu menjadi pisau yang melukai banyak orang apa tetap bisa menjadi baik?
Aku hanya bisa berdoa semoga aku sempat dimaafkan sebelum aku diadili dalam kubur. Semoga hati-hati yang sesungguhnya sangat kusayangi itu bisa ikhlas memaafkan kebodohanku.
Semoga bisa suatu saat nanti.
Aku tidak ingin mengingat berapa pasang tatapan benci yang kuterima setelah hari itu. Bahkan masih saja ada sampai saat ini. Harga yang harus kubayar sangat mahal. Tapi, jika harga itu belum cukup untuk aku mendapatkan maaf...
...sudahlah.
Aku tahu memaafkan memang bukan hal mudah. Hanya Allah yang tahu niatku, rasa khawatirku, rasa bersalahku, dan seberapa ganjaran dari kesalahanku. Toh meski menyesal aku tetap bersyukur. Karena hal ini membukakan mataku akan pemahaman baru. Karena meski aku tidak berani menatap banyak orang sebab begitu merasa bersalah, aku masih nmemiliki orang-orang yang mau menamparku, lalu merangkulku dan membawaku bangkit.
Terima kasih, teman-teman :)
Dan jika entri kemarin adalah pengingat untukku berhusnuzon pada para seniorku, maka entri yang ini adalah pengingat agar aku tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bahwa manusia bukan robot yang hanya berfikir tentang sistem. Manusia adalah makhluk hidup. Isi kepalanya begitu kompleks dan emosional.
Karena aku juga manusia, baiknya aku juga menjaga perasaan manusia, tidak mengesampingkan etika, dan tetap dalam batasan yang kubuat sendiri. Berhenti menjadi seseorang yang mudah bersemangat, tetap mengontrol diri.
Semoga diriku di masa depan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Karena diriku di masa lalu sungguh tak bisa dibanggakan. Haha..
Entah aku harus bersuara atau hanya terdiam dan menunduk.
Malu.
Tapi rasa kecewa lebih mendominasi sebenarnya. Kecewa pada diri sendiri yang hilang kontrol.
Memang benar, segala sesuatu yang tercampuri emosi tidak akan berakhir baik.
Saat itu hanya, terlalu emosional, terlalu berapi-api.
Salahku memang. Aku tidak akan mencari pembenaran sebab aku memang jelas salah.
Aku jadi ingat kata guruku dulu.
Bersedekah memang perbuatan baik. Tapi apakah tetap baik jika mencuri? Katakanlah kamu mencuri dari para koruptor, tapi apa tetap baik jika koruptor itu kau lukai dengan pisau sampai-sampai dia hampir mati?Yah, niatku memang baik, sampai-sampai berkonsultasi dulu kesana kemari.
Tapi jika akhirnya perasaan emosional itu menjadi pisau yang melukai banyak orang apa tetap bisa menjadi baik?
Kata-kata adalah pedang. Jika salah menggunakannya, akan mengubahnya menjadi senjata yang tajam. Gunakanlah secara bijaksana dengan merasakan perasaan orang lain. Seperti apapun orang itu. (Shakuren - Kepala Pendeta Kuil Shogaku, Detective Conan Vol 54)Aku paham jika luka yang kutorehkan terlalu dalam dan bekas luka itu tak akan hilang. Dan seperti pada umumnya kesalahan, aku baru menyesalinya setelah hal itu berlalu. Hanya waktu dan banyak pemahaman baru yang bisa menyembuhkan luka itu perlahan-lahan.
Aku hanya bisa berdoa semoga aku sempat dimaafkan sebelum aku diadili dalam kubur. Semoga hati-hati yang sesungguhnya sangat kusayangi itu bisa ikhlas memaafkan kebodohanku.
Semoga bisa suatu saat nanti.
Aku tidak ingin mengingat berapa pasang tatapan benci yang kuterima setelah hari itu. Bahkan masih saja ada sampai saat ini. Harga yang harus kubayar sangat mahal. Tapi, jika harga itu belum cukup untuk aku mendapatkan maaf...
...sudahlah.
Aku tahu memaafkan memang bukan hal mudah. Hanya Allah yang tahu niatku, rasa khawatirku, rasa bersalahku, dan seberapa ganjaran dari kesalahanku. Toh meski menyesal aku tetap bersyukur. Karena hal ini membukakan mataku akan pemahaman baru. Karena meski aku tidak berani menatap banyak orang sebab begitu merasa bersalah, aku masih nmemiliki orang-orang yang mau menamparku, lalu merangkulku dan membawaku bangkit.
Terima kasih, teman-teman :)
Dan jika entri kemarin adalah pengingat untukku berhusnuzon pada para seniorku, maka entri yang ini adalah pengingat agar aku tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bahwa manusia bukan robot yang hanya berfikir tentang sistem. Manusia adalah makhluk hidup. Isi kepalanya begitu kompleks dan emosional.
Karena aku juga manusia, baiknya aku juga menjaga perasaan manusia, tidak mengesampingkan etika, dan tetap dalam batasan yang kubuat sendiri. Berhenti menjadi seseorang yang mudah bersemangat, tetap mengontrol diri.
Semoga diriku di masa depan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Karena diriku di masa lalu sungguh tak bisa dibanggakan. Haha..