Ada perbedaan yang sungguh terasa antara pendukung dan pendamping.
Pendukung mendorongmu ke depan, menganjurkanmu untuk melangkah maju. Ia meyakinkanmu dengan berbagai opininya. Ia membangkitkan semangatmu.
Lalu kamu melangkah maju.
Di saat kamu akhirnya sampai, kamu ingin dibersamai. Kemudian kamu mengajak orang-orang yang mendukungmu untuk menempuh jalan bersamamu. Kamu merasa mereka adalah orang-orang yang paling tepat karena mereka lah yang dulu mendorongmu untuk maju.
Tapi, hati-hatilah!
Tidak semua pendukung ingin menjadi pendamping. Tidak semua pendukung benar-benar ingin membersamaimu. Tidak semua pendukung mau bersusah payah dan berbagi keluh kesah denganmu. Tidak semua pendukung.
Beberapa diantara mereka hanya ingin mendukung. Ikut berbangga karena mengenalmu. Menyemangatimu dengan senyuman mereka dan kata-kata penyemangat. Terkadang mereka memberi saran, tapi jangan kecewa walau itu hanya saran. Saran dari mereka seringnya dapat menjadi preferensi yang baik untukmu.
Beberapa lainnya ingin berjalan denganmu, namun tidak menginginkan jalan yang sama. Berusaha membujukmu untuk melalui jalan yang dipilih olehnya. Mereka mungkin mendukungmu karena merasa kamu adalah orang yang mudah dibujuk dan mudah diarahkan. Di pertengahan jalan kemudian semakin banyak yang memilih jalan lain. Pada akhirnya ada berbagai jalan yang menjadi pilihan. Terkadang yang seperti ini dapat memicu permusuhan dan pertentangan. Disinilah lalu kamu berperan: mengambil keputusan.
Berdasarkan apa?
Berdasarkan apa?
Berdasarkan tujuan dan norma, dua acuan yang bebas dari opini pribadi, sebab opini pribadi rentan menyakiti perasaan apalagi untuk orang-orang yang cenderung rentan.
Beberapa yang tersisa adalah orang-orang yang benar-benar ingin mendampingimu dengan jalan yang kamu pilih. Namun jangan lega dulu. Sebab mereka tak hanya ingin mendampingimu, tapi juga ingin selalu didampingi olehmu. Jangan pernah tak menghiraukan mereka, jangan pernah membiarkan mereka merasa sendirian.
.
Terkadang, kamu yang akan merasa sendirian. Merasa semua orang tidak bisa membersamaimu, lalu mulai merasa semua orang tidak menyukaimu dan menganggapmu tidak bisa memimpin. Kemudian, kamu mulai merasa gagal.
Itu normal kok.
Aku juga pernah.
Kamu merasa sendirian karena pada dasarnya ketika kamu mengawali sesuatu kamu memang sendirian. Memang dalam mempersiapkan berbagai berkas kamu mendapat bantuan, tapi bukankah saat uji kelayakan kamu menghadapinya sendirian? Sendirian adalah kondisi awal ketika kamu mengawali itu semua. Jika kemudian kamu mendapat banyak bantuan, itu kondisi setelahnya. Jadi kalau kamu merasa sendirian, tidak perlu menjadi tertekan. Seharusnya kamu sudah bersiap kalau hanya kamu satu-satunya yang menempatkan "ini" menjadi prioritas utama. Tenang saja, pada saatnya bantuan itu akan datang lagi. Kamu hanya perlu bersabar dan memberikan waktu kepada para pendukung dan pendampingmu untuk bernafas sejenak.
Merasa semua orang membencimu juga adalah sebuah hal yang wajar. Ketika kita setuju untuk menjadi seorang tokoh publik yang menjalankan suatu program kerja yang cukup masif, kita harus siap dinilai oleh siapapun. Kita harus siap dimusuhi banyak orang, kita harus siap dilabel "begini" dan "begitu".
Ketika orang lain berubah sikap atau mulai melabeli, mungkin akan muncul perasaan "aku tidak bisa bertugas dengan baik" atau "aku gagal"? Tidak masalah kok. Dari perasaan "aku gagal" itu justru lahir keinginan untuk membenahi diri dan dari situlah kita akan belajar. Bukankah "belajar" adalah inti dari semua perjalanan kita sampai sejauh ini?
Maka jangan pernah takut dengan kegagalan. Ada sebuah kutipan menarik yang aku peroleh dari Para Pencari Tuhan Jilid 10 tempo hari.
Jika kita tidak memiliki banyak keberhasilan, maka milikilah banyak kegagalan. Karena dari sana kita akan mendapat banyak pembelajaran.
Lalu sebenarnya ada satu lagi yang bisa dilakukan saat kita mulai merasa sendiri: selalu merenung tentang eksistensi kita di alam semesta, merenung tentang Tuhan, dan merenung tentang kematian. Bukankah kita sepakat kalau di pengadilan setelah kematian (untuk orang yang meyakini, seperti di agama saya) kita pasti akan sendiri?
Semangat, Zaim!