Escape

June 05, 2016

Mungkin perjalanan super absurd ini ada hubungannya dengan rencana anak-anak Sospolia yang gagal jalan-jalan tempo hari. Berawal dari Agam yang tiba-tiba menawarkan perjalanan gelap (ngajak tapi nggak bilang mau kemana) tempo hari setelah rapat bersama Divisi Acara Wisuda Juli 2016. Memang kebetulan malam itu sedang tidak ada rencana apa-apa, jadi aku setuju.

Setelah mengembalikan motor ke rumah kosan tercinta dengan bantuan Caca dan Lotus, aku dijemput oleh Agam dan Mbak Ega yang udah siap berangkat dengan mobilnya Mbak Arina yang super baik. Setelah naik ke dalam mobil, barulah akhirnya terungkap bahwa kami akan meluncur ke UPI Leadership Camp, mendampingi Bapak Menteri untuk mengisi materi mengenai permasalahan Indonesia di bidang SDA. Pada mulanya, acara direncanakan mulai pukul 19.30. Tapi, berhubung juga kami baru sampai lokasi sekitar jam 20.30, acara ditunda menjadi pukul 22.00.

Singkat cerita sampailah jam 22.00 setelah alf*mart dan tiga mangkuk pempek. Sebab acaranya ini cukup panjang, aku dan Mbak Ega cukup mengantuk untuk terus-terusan di dalam, kami akhirnya membawa kabur mobil Mbak Arina untuk sedikit berjalan-jalan membeli air minum dan mengisi ulang bahan bakar. Untungnya pada saat itu lokasi acara cukup luas dan mendukung sehingga akhirnya kami malah "bersenang-senang" sedikit dengan mobil Mbak Arina sambil menunggu Agam yang rupanya sedang berada di sesi diskusi.

Kami pamit duluan pukul 01.00 dinihari. Muncul satu celetukan yang luar biasa asal menyeletuk: mengejar sunrise ke ujung daratan terdekat. Mungkin karena dasarnya kita ini anak-anak sulung yang luar biasa cinta dengan realisasi, jadilah kami akhirnya memutuskan untuk "sikat".

Luar biasa perjalanan kami ke tempat yang dimaksud. Masih dua setengah jam lebih dari Kota Garut. Sempat berhenti lama juga di suatu perumahan ch*vron karena mungkin Agam lelah menyetir sedangkan aku dan Mbak Ega juga mengantuk.

Setelah jam setengah enam pagi dan tidak kunjung sampai, kami mulai merasa ditegur Allah dan pantai yang ingin kami tuju dihilangkan. Kami merasa niat kami salah sebab menuju pantai gegara mau pamer. Setelah beristighfar dan meluruskan niat, tak lama setelah perhentian terakhir sebelum tujuan, kami melihat papan penunjuk arah menuju tujuan kami. Tetiba jadi semangat lagi dan melanjutkan perjalanan dengan bercerita tentang banyak hal.

Setelah sekian banyak hal yang terjadi dalam perjalanan, kami akhirnya sampai. Alhamdulillah. Rasanya puas. Puas sekali.

Lumayan lama kami bermain disana. Walaupun tersiksa karena HP mati dan susah sekali bertemu listrik, kami tetap tertawa-tawa sangat puas sekali.

.

.

.

.

Perjalanan pulang jauh lebih menghabiskan tenaga.

Kami memutuskan untuk tidak menempuh jalan yang biasa karena diperkirakan akan sangat macet dan sejujurnya aku mengejar bisa sampai ke kampus sebelum zuhur karena ada beberapa hal yang perlu dilakukan, belum lagi karena HP sedang mati. Dan kami juga mengejar untuk mengembalikan mobil sebelum Mbak Arina kembali ke Bogor pukul 15.00.

Jalan yang kami putuskan untuk ambil memang tidak macet.

Tapi daripada tidak macet lebih tepat kalau disebut "hanya dilalui kami dan beberapa teman lainnya". Sepi sekali. Mendaki, berbelok, menurun. Kanan-kiri yang bisa dilihat hanya hijau dan hijau. Cantik, menyejukkan. Subhanallah.

Sayangnya kami belum juga sampai meski sudah pukul 12.30 siang.

Aku panik. Tetiba benar-benar panik dengan kehijauan dan ketiadaan listrik dimana-mana. Apalagi kami tidak ada yang tahu kapan kehijauan ini akan berganti. Yang lebih parah lagi adalah kami lapar akibat belum makan sejak pagi dan tidak ada tempat makan yang menerima debit sementara uang tunai Agam sudah terkuras habis (aku dan Mbak Ega sudah nggak punya uang tunai sejak malamnya).

Jam 14.00 kami akhirnya sampai di daerah berlistrik. Lalu chaos itu terjadi. Harusnya bisa diatasi cepat. Namun ketiadaan sinyal internet dan ketidak aktifan seluler rekan-rekan membuat yang chaos itu jadi beban. Aku kehilangan senyum di sejam perjalanan terakhir, walaupun nggak marah-marah karena tahu kalau pun marah nggak ada gunanya. HP mati lagi, sampai benar-benar nge-drop. Ya sudah. Akhirnya tidur, gantian sama Mbak Ega yang menemani Agam menyetir.

Satu setengah jam dari tempat terakhir yang kuingat, kami akhirnya sampai di jalan yang familiar. Alhamdulillah.

Setelah sampai kos dan membuka HP, ternyata tidak se-chaos itu. Aku hanya nggak tahu karena HP mati.

.

.

Berikut adalah beberapa dokumentasi perjalanan ke Pantai Santolo dan Pantai Sayang Heulang, Jawa Barat.





























Ka-boom!

You Might Also Like

0 comments