[ULASAN] Tentang Kamu - Tere Liye

April 14, 2019

Entah berapa tahun lamanya aku tidak menyentuh novel fiksi. Alasannya? Bisa jadi karena terlalu sibuk berperan baik di mata banyak orang. Yah, itu satu hal. Tetapi, alasan utamanya adalah karena memang beberapa tahun ini mengesampingkan perasaan. Membaca novel fiksi yang kuingat memunculkan berbagai macam perasaan seakan diberikan kesempatan menjalani hidup orang lain. Aku menyukainya, hanya saja memang kemarin-kemarin aku sedang tidak perlu merasakan sesuatu diluar kehidupan yang sedang kujalani.

Nah, karena kehidupanku yang tanpa jeda selama setidaknya tiga tahun itu sudah sedikit melengang. Maka disinilah aku, (mulai) mengerjakan hal yang kusukai (kembali). Untungnya, banyak orang baik yang sewaktu kelulusanku kemarin memberikan berbagai amunisi yang tepat (dan banyak). Terima kasih, gais!

Pilihan pertama untuk kubaca jatuh kepada...



Judul Buku: Tentang Kamu
Penulis: Tere Liye
Halaman: 524
Penerbit: Republika
Cetakan XIII Februari 2019

Mengapa buku ini yang pertama? Karena, orang yang memberikan buku ini menuliskan dalam suratnya kalau "aku memang belum membacanya, namun aku sudah tanya berbagai orang, ini adalah buku yang pas buatmu". Jadi, pemberi buku, demi mencari tahu definisi "pas" yang kamu tanyakan ke "berbagai orang", aku memilihnya untuk kubaca lebih dahulu dibandingkan yang lain.

Membaca tulisan di sampul belakang buku ini, awalnya aku sempat ragu akan menyukai buku ini. Khawatir buku ini akan mengisahkan cinta yang terkesan cengeng antara laki-laki dan perempuan. Meskipun sepanjang ingatanku, belum pernah aku membaca buku yang ditulis Tere Liye memiliki karakteristik yang kukhawatirkan. Aku belum pernah dikecewakan oleh karya beliau.

Menariknya, ketika tadi pagi akhirnya aku mulai membaca, ternyata aku sudah jatuh cinta pada buku ini sejak halaman 20. Aku suka bagaimana penulis menceritakan si firma hukum yang begitu bersahaja, tokoh utama yang tidak sempurna, serta misteri yang bisa masuk akal dan tidak masuk akal pada saat yang sama. Dalam setiap halaman yang kubaca sejak awal, aku mengingat dengan jelas bahwa perasaan mengalir ini yang dulu membuatku begitu menyukai novel fiksi.

Memasuki cerita paling awal hidup Sri Ningsih mengenai kesabaran, aku seperti dinasihati. Aku seperti dipaksa berkaca betapa tidak sabarnya aku menjalani hidup selama ini. Menyelami ceritanya menghadapi semua kehilangan dalam usia muda, dan mengusahakan kepatuhan yang tiada terkira kepada ayahnya, membuatku cukup malu dengan segala keegoisan yang seringkali masih kumenangkan. Kurasa siapapun kamu yang membaca akan malu juga. Lalu siapapun kamu, pasti tak akan absen menitikkan airmata.

Memasuki cerita lanjutan hidupnya, mengikuti kepolosan dan kemurnian hatinya, aku belajar bahwa kebaikan rentan dirusak oleh prasangka. Dan bahwa setiap berita harus selalu dilihat kebenarannya. Tidak pernah ada kebenaran datang dari manusia biasa yang akan cukup disajikan dengan satu versi keterangan saja.

Menginjak usia dewasa, Sri mengajarkanku mengenai apa itu kerja keras, dan bangkit dari kegagalan. Dalam fase ini Sri terlihat seperti kesempurnaan yang mustahil. Namun kemudian penulis mengangkat ketidaksempurnaan yang dimiliki Sri sehingga membuatnya menjadi kembali tidak mustahil.

Aku semakin menyukai buku ini ketika penulis memberikan teka-teki di tengah kisah yang mengalir. Membuatku menebak-nebak dan berfikir apakah ada yang kulewatkan sepanjang membaca atau memang itu adalah kejutan yang dipersiapkan penulis untuk para pembacanya?

Kehidupan Sri berikutnya memberikanku banyak hal untuk direnungkan soal mencintai orang lain. Menyoal pengorbanan, memberikan, menerima, berjuang, dan senantiasa mensyukuri apa yang pernah terjadi ketimbang menyesali apa yang tidak bisa dipertahankan. Yah, mungkin memang ada orang yang dilahirkan hanya untuk bertemu dan membahagiakan orang lain. Tapi biar bagaimanapun ini hanya cerita, dan tidak semua orang di muka bumi ini harus memiliki cerita yang sama.

Aku membaca buku ini hanya dalam waktu 5 jam. Selama membaca, aku sesekali berhenti sejenak untuk berfikir, apakah si pemberi buku memberikan buku ini karena mengasosiasikan diriku dengan sosok Sri Ningsih? Bagian mana? Apakah bagian bekerja keras, pantang menyerah, atau ia memprediksi bahwa aku akan perlu waktu lama sampai akhirnya menemukan cinta seperti Sri? Tapi, mungkin bukan itu karena si pemberi buku belum membacanya sehingga mana mungkin dia tahu serinci itu.

Bagian akhir cerita memang tak lagi banyak kejutan. Ada penyelesaian yang beberapa diantaranya sudah kuprediksikan sebelum aku sampai di bagian penjelasan. Akhir cerita memberikanku gambaran lengkap soal sosok Sri Ningsih. Sosok luar biasa yang harus kalian kenal dengan membaca kisahnya sendiri. Sosok yang terdengar mustahil dan tidak mustahil pada saat yang sama.

Sekilas mustahil jika kita membayangkan semua sifat terpuji itu ada di satu orang. Tapi jika kita bayangkan serpihan-serpihan Sri Ningsih ada di banyak orang, rasanya tidak mustahil. Bahwa ada seseorang yang memiliki kesabaran tanpa batas, lalu ada pula orang yang hatinya begitu murni hingga tak menyimpan dendam, kemudian ada mereka yang selalu bangkit dari kegagalan dan menatap hari esok dengan penuh optimisme.

Pada akhirnya, jika aku berprasangka baik, mungkin si pemberi buku beserta "berbagai orang" yang ditanyainya hanya ingin membukakan mataku pada semua kebaikan diri Sri Ningsih dan membuatku menghargai kebaikan-kebaikan itu serta meneladaninya.

Atau kemungkinan lainnya adalah bisa jadi si pemberi buku dan "berbagai orang" hanya ingin aku meneladani Sri Ningsih yang menjalani hidupnya seperti yang ingin dia jalani tanpa memusingkan hal lainnya. Sebab cinta tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.

Jadi, yang mana kalau aku boleh tahu?

You Might Also Like

0 comments