Dialog: Sendiri

December 14, 2015

"Aku iri sama kamu."

"Hah? Kenapa?"

"Ya, aku iri aja."

"Bercanda kamu. Apa yang ada di aku dan bisa membuat kamu iri?"

"..."

"Hei..."

"Aku iri karena kamu bisa melakukan semuanya sendiri. Aku iri karena di mata semua orang kamu selalu bisa mengatasi masalah apapun. Aku iri karena nggak ada yang menganggapmu lemah. Aku iri karena kamu disegani oleh semua orang. Aku iri karena banyak orang yang bersandar kepadamu. Aku iri karena aku nggak bisa jadi kamu."

"Hmm..."

"Apa yang harus aku lakukan supaya aku bisa jadi kayak kamu?"

"Kenapa kamu harus jadi kayak aku?"

"Karena menurut aku hidup kamu sempurna."

"Terus kamu enggak?"

"Kamu kuliah di universitas ternama, di jurusan favorit, nilai kamu bagus, kamu dikenal banyak orang, dan kamu seperti nggak punya rasa takut, kamu selalu menghadapi semuanya dan semuanya selalu baik-baik aja kalau ada kamu."

"..."

"Jadi, kasih tau aku gimana supaya bisa jadi kayak kamu..."

"Oke."

"..."

"Tapi, kamu harus kasih tau aku gimana supaya bisa jadi kayak kamu."

"Eh?"

"Gimana supaya aku bisa punya banyak waktu sama keluargaku, gimana supaya aku bisa tidur minimal tujuh jam sehari, gimana supaya aku punya seseorang teman untuk berbagi saat aku sedih, gimana supaya orang mau melindungiku dan bukan malah meminta perlindungan, gimana caranya supaya aku bisa dicintai banyak orang dan bukannya malah dianggap sebagai ancaman?"

"..."

"Kamu nggak bisa jawab, 'kan?"

"..."

"Sederhana aja, kita nggak bisa jawab karena kita nggak tahu caranya. Yang kita tahu adalah kita memainkan peran sebagai diri kita sendiri. Ada hal-hal yang memang harus dikorbankan, ada hal-hal yang harus tetap menjadi keinginan, dengan begitulah kita sempurna."

"..."

"Kita sempurna dengan kekurangan dan kelebihan. Aku juga sering berharap menjadi orang lain, punya kehidupan yang sederhana, tapi memang itu bukan aku, aku nggak bisa. Maka mungkin itu juga berlaku sama kamu."

"Tapi kamu nggak pernah bergantung sama orang lain. Malah orang lain yang bergantung sama kamu."

"Dan apa yang bagus dari itu? Aku malah ingin sekali menemukan seseorang yang bisa kuandalkan, yang bisa kugantungkan padanya aku. Tapi sampai saat ini nggak ada yang bisa."

"Kamu juga nggak pernah takut walaupun harus sendirian ngelewatin macem-macem hal. Aku pingin bisa mandiri, aku pingin bisa kayak kamu."

"Aku memang nggak pernah takut sendirian. Aku terbiasa makan sendiri, jalan-jalan sendiri, belajar sendiri. Aku bahkan sering nonton di bioskop sendiri dan nggak peduli apapun selain menikmati kesendirian."

"Tuh kan..."

"Tapi,"

"..."

"ada satu hal yang sangat aku takuti dalam hidup ini."

"Apa?"

"Saat aku terlalu terbiasa dengan kesendirian dan pada akhirnya aku akan menghabiskan hidupku hanya sendirian."

"..."

"Masih mau jadi aku?"

Lalu kau berhenti bicara dan memelukku. Erat.

You Might Also Like

0 comments