Tidak ada kata yang patut aku ucapkan kecuali penuh dengan rasa syukur. Bersyukur sebab masih bisa diberikan waktu untuk menjajaki dunia sampai detik ini. Bersyukur sebab masih banyak orang-orang di sekelilingku untuk berbagi kebahagiaan hari ini.
Kepala dua tak lagi muda. Akan banyak momok yang hadir bersamaan dengannya. Aku akan mulai dibayangi mimpi dan cita-cita kehidupan. Kehidupan yang sebenarnya.
Dua puluh tahun terakhir aku belajar tentang seharusnya aku menjadi orang yang seperti apa. Aku pernah menjadi sangat egois dan tidak memikirkan orang lain. Aku pernah menjadi sangat membenci keadaan karena tidak suka menjadi kalah. Aku pernah terang-terangan memilih tidak peduli dibandingkan harus mendengarkan masukan orang lain dan mengevaluasi diri. Aku pernah menjadi orang yang berambisi pada jabatan, menginginkan posisi yang tinggi, lebih tinggi dari siapapun. Aku juga pernah menjadi begitu terobsesi untuk menjadi nomor satu dimana pun aku berada.
Aku pernah menjalani hidup seperti itu. Hidup yang dipenuhi dengan momok setiap harinya. Penuh ketakutan dan sarat akan kebencian.
Butuh waktu lama sampai aku akhirnya benar-benar memahami hakikat kehidupan. Bahwa sesungguhnya hidup adalah pilihan yang diberikan Allah SWT. Pilihan yang ada konsekuensinya. Hidup adalah bukti kepercayaan Allah SWT, tanda bahwa kita dianggap mampu menentukan jalan yang benar untuk ditempuh.
Butuh waktu sangat lama untuk kemudian menjadi lebih perhatian pada orang lain. Butuh hati yang sangat lapang untuk kemudian bisa mengakui kesalahan dan menerima kekalahan. Butuh kepala yang dingin untuk kemudian bisa menerima masukan sebagai input untuk perkembangan. Butuh memaknai kontribusi dibanding posisi untuk bisa melakukan sesuatu tanpa pamrih. Butuh keyakinan akan keadilan Allah SWT untuk bisa memahami konsep berhasil dan gagal.
Bukan perkara mudah memenuhi itu semua. Namun dalam beberapa tahun terakhir, aku merasa hidupku menjadi lebih lapang tanpa beban. Mungkin aku belum bisa mencapai "kebaikan" seutuhnya. Tapi bersama mereka yang ada di sekelilingku, aku senantiasa berusaha melangkah mendekat menuju kebaikan itu.
Malam ini wajahku dibayangi oleh mereka yang mengisi kehidupanku selama dua puluh tahun ini. Mereka yang mengajarkanku potongan-potongan kecil kebijaksanaan, mereka yang kemudian mengumpulkan potongan itu dan membantuku menyatukannya, mereka yang mendengarkan keluh kesah dan menepuk ketabahan, mereka yang selalu ada dengan kualitas, meski beberapanya tidak dengan intensitas.
Terima kasih!
Bukan untuk hari ini saja, bukan untuk hitungan yang saat ini saja. Ini untuk dua puluh tahun pembelajaran yang tak henti-henti. Ini untuk pendampingan penuh pengertian. Ini untuk senyuman penghapus lara di sela-sela kesibukan.
Tapi memang utamanya terima kasih untuk hari ini :)
Terima Kasih Kak Najla! |
Terima Kasih, KPA! |
Terima Kasih, Anggita! |
Terima Kasih (lagi), Anggita! |
Terima Kasih, Julia! |
Terima kasih, Dzakiya! |
Terima kasih, Luthfi! |
Terima Kasih, Nilna! |
Tiup Lilin Pertama |
STJ kurang desy :(( |
Donut :o |
Dari Kabinet :") |
Kak Obe |
Diska dan Kak Zaky |
Kak Afaf dan Kak Ulya |
Kak Wahyu dan Lubbi |
Kak Ardhi dan Mbak Ega |
Kak Dhika |
Fira dan Kak Ojan |
David dan Alef |
Iban dan Kak Munjin |
Redecorate :) |
Tiup Lilin Kedua |
Teman-teman Kabinet :D |
Dari Kakak NIM lho! |
Makasih Bang Furqon! |
Dari STJ :)) |
Dalam postingan ini:
Bapak // Mama // Ade // Ica // STJ // HMS // Kabinet #NYALA // Bulirs Wisjul // Tim Wisuda Oktober // ITBMGNV // MGNV // Kak Elmo // JINGGA // Edu Fair AMI 2016 // #MegaTeamWisjul // KPA //