Padahal

March 05, 2014

Pertama mengenalmu, aku sama sekali tak punya ide tentang apa yang ada di kepalamu. Kamu memang tak bisa ditebak, sulit dibaca, hampir mustahil dipahami. Tapi, bukan aku namanya kalau aku menyerah mengenalmu hanya karena kau menyulitkan. Perlahan aku mencoba memperhatikanmu, mengenalimu, mencari tahu kebiasaanmu, dan menelisik karaktermu. Tak mudah. Mencari tahu tentangmu memang tak akan mudah, aku yakin. Karena kau hampir-hampir sama saja di setiap tempat : menutup diri.
Satu kejadian terjadi. Orang-orang mulai menyalahkanmu atas banyak hal. Kanan-kiriku semua berbicara tentangmu. Tapi aku? Aku mencoba tetap berprasangka baik padamu. Bahwa kau sebenarnya punya alasan melakukan semuanya, dan alasanmu pasti bisa dipertanggungjawabkan. Aku juga marah. Namun amarahku ternyata tak cukup besar untuk menghilangkan rasa peduliku.
Kali berikutnya, kesempatan yang hampir sama dalam lubang yang kurang lebih sama pula. Perlahan aku mulai merasa lebih baik tentangmu. Kau pun seperti berubah lebih baik. Aku bisa tertawa bersamamu dan yang lainnya. Aku bisa berbincang denganmu lebih nyaman dari sebelumnya. Aku bisa.
Saat itu, siapapun yang bermasalah denganmu akan mendatangiku dan bertanya bagaimana caranya menghadapimu. Aku punya jawabannya. Aku selalu punya jawabannya dan orang-orang yang mendapatkan jawaban dariku selalu berhasil. Di mataku, kau memang sulit, tapi sulitnya kamu tidak berarti mustahil.
Aku sangat percaya diri bahwa aku bisa memahamimu dengan baik. Walaupun kadang aku tetap tidak suka karaktermu yang begini atau begitu, aku tetap tak pernah gagal menyortir mana yang kamu dan mana yang bukan kamu.

Sampai... aku sadar bahwa aku masih sangat jauh dari memahami kamu.

Salahku yang terlalu cepat menyangka. Salahku yang terlalu cepat mengira. Aku ternyata tidak pernah memahami... kenapa kamu nggak menghampiri aku yang menunggu kamu selama satu jam di bawah terik matahari? kenapa kamu malah langsung ke lapangan basket dengan entengnya? padahal aku cuma mau tanya dua pertanyaan yang harusnya bisa kamu jawab cepat.

Padahal aku pikir dua setengah tahun waktu yang cukup. Cukup untuk aku tahu kamu orang yang seperti apa dan kamu tahu aku orang yang seperti apa. Mungkin, selama ini hanya aku yang mau jadi teman kamu, bukan kamu yang mau jadi teman aku. Karena nggak ada sebuah pertemanan dimana hanya satu pihak yang selalu mencoba memahami dan mengalah demi yang lain. Seperti aku dan kamu.
 I'm quit, Bib. Congrats ya!

You Might Also Like

0 comments