#SipilTidakJomblo

January 01, 2016

Nampaknya beberapa postingan terakhirku isinya banyak mengeluh dan menghibur diri. Blog ini jadi terlalu melankolis beberapa bulan terakhir ini. Mau bagaimana lagi, tiap baper terbawa perasaan, menulis blog adalah hal pertama yang terpikir di kepalaku.
Mengawali tahun 2016 ini aku akan sedikit mengganti suasana. Aku akan bercerita sesuatu yang menyenangkan. Berharap dengan mengawali tahun dengan sesuatu yang menyenangkan, maka kisah-kisahku setelah ini pun turut menyenangkan. Yah, meskipun sebenarnya secara logis tidak akan ada pengaruhnya.

I'm gonna tell about my college friends.

Tidak semua tentu saja. Hanya mereka yang memang setiap hari kuliah pasti bertemu denganku di ruang kelas dan mengisi line ku dengan notif-notif mereka yang terkadang bikin senyum-senyum sendiri.
Aku akan bercerita tentang teman-temanku para calon insinyur sipil yang cantik-cantik dan menggemaskan. Tak tahu dimana awalnya dan kenapa kami bisa jalan bersama-sama dan tahu-tahu menamakan grup line kami, yang awalnya hanya untuk merencanakan kejutan ultah salah seorang dari kami, STJ alias Sipil Tidak Jomblo.
Nama Sipil Tidak Jomblo muncul bukan karena kami semua tidak jomblo, tapi bukan juga karena kami semua jomblo. Entah apa maksudnya dan siapa yang usul untuk pertama kalinya. Atau bahkan mungkin sebenarnya itu aku dengan kepalaku yang terlalu sok ide ini? Kurang ingat juga. Yang jelas, kami ada sampai sekarang dan berniat buka kantor cabang.
Jumlah kami enam orang. Kami berada di jurusan yang sama, universitas yang sama, dan angkatan yang sama. Jika diurutkan berdasarkan NIM, maka kami adalah: Anggita (3), Vivi (7), Ana (13), Irma (16), Rizka (32), Desy (159).
Walaupun karakter kami berbeda-beda, alhamdulillah tidak pernah ada konflik yang parah sampai tidak terselesaikan. Mungkin karena faktor usia juga, kan malu kalau ribut-ribut karena hal sepele. Kalaupun ada sedikit keributan, sejauh ini masih bisa kami atasi.

Seseorang yang aku lupa siapa pernah bilang, berteman itu ada tahapnya.

Pertama, kita akan tau hal-hal yang baik dari teman kita. Kita akan membiasakan diri dengan kebaikannya. Jika ada yang tidak kita sukai, maka kita hanya diam dan tidak peduli. Selama itu tidak begitu mengganggu kita, maka diam terasa lebih menarik.

Kedua, kita akan terkena imbas dari keburukan yang dilakukan teman kita. Pada titik ini, kita telah merasa sebagai teman dekatnya, maka ketika teman ini melakukan suatu kesalahan, kita merasa memiliki tanggungjawab moral untuk mengingatkannya, terlebih jika berakibat pada diri kita.

Ketiga, tahapan ini adalah puncaknya. Akhir dari tahapan ini akan menunjukkan apakah orang ini akan menjadi sahabat kita, atau sama saja seperti orang lain: outsider. Tahap ini adalah tahap dimana kita mulai membenci keburukan orang ini. Sangat membenci sehingga akan ada pertengkaran hebat diantara kita dengan orang ini. Akan ada akhir yang berbeda bagi setiap pertemanan, tergantung bagaimana menyikapi tahapan ini.
Sepasang teman yang berhasil melewati ini dan kembali menjadi teman akan menjadi sepasang sahabat yang benar-benar memahami satu sama lain. Sahabat ini akan sangat solid sampai sulit sekali dipisahkan. Sebab mereka pernah mengetahui kejelekan satu sama lain yang paling parah sekalipun.
Tapi, jika tidak bisa melewati tahapan ini dan sampai tidak ingin bertemu lagi. Maka berhati-hatilah karena mungkin keduanya akan saling menghancurkan. Mereka akan menjadi musuh yang sangat berbahaya untuk satu sama lain.

Lalu dimana kami?
Kami mungkin bahkan belum sampai tahap kedua, apalagi bisa sampai ke tahap ketiga. Masing-masing dari kami mungkin belum sampai memahami terlalu dalam. Masih banyak tahapan yang harus kita lalui. Belum lagi jika waktu mencampuri dan perubahan tak terelakkan. Maka tahapan-tahapan di atas pasti akan sangat panjang.

Kalau aku,
hanya berharap bahwa kami akan tetap baik-baik saja di tahap manapun kami berada.







You Might Also Like

0 comments