Yap, ini dia artikel kimia aku. Huh, akhirnya rampung juga. Kenapa aku post disini? Yaa kali aja ada temen temen yang butuh artikel ini, aku persilahkan aja. Feel free to copy, guys :D
Henry Moseley dan Kontribusinya pada Dunia Ilmu Pengetahuan
|
Henry Moseley lahir di
Weymouth, Dorset, Inggris pada tanggal 23 November 1887. Keluarganya tergolong
ke dalam keluarga kaya, aristokrat, dan sangat dekat dengan keilmuan. Henry
Nottidge Moseley, ayahnya adalah seorang ahli biologi dan juga seorang profesor
anatomi dan fisiologi di University of Oxford. Ibu Henry, Amabel Gwyn-Jeffreys
Moseley adalah putri dari seorang ahli biologi John Gwyn Jeffreys. Maka, bukan
merupakan sebuah kejutan ketika Henry menunjukkan minatnya pada dunia zoologi.
Henry
Moseley adalah mahasiswa yang sangat pandai. Raja memberikannya beasiswa untuk
belajar di Eton College. Disana ia unggul dalam bidang matematika, meskipun
tidak mengabaikan bidang lainnya. Di tempat inilah kemudian ia diperkenalkan
oleh guru fisikanya dengan sinar X, dan mulai tertarik untuk mempelajarinya.
Tahun
1910, dia lulus dari Trinity College di University of Oxford setelah ia
memperoleh tempat di Laboratorium Ernest
Rutherford University of Manchester di bawah pengawasan para profesor ahli
seperti Sir Ernest Rutherford.
Pada
tahun 1913, saat bekerja di University of Manchester, Moseley mengamati dan
mengukur spektrum sinar-X dari berbagai unsur kimia yang diperoleh dengan cara difraksi
dalam kristal. Ia menemukan hubungan
sistematis antara panjang gelombang dan nomor atom. Penemuan ini sekarang
dikenal sebagai hukum Moseley. Moseley juga meramalkan sejumlah unsur yang
hilang dan nomor atomnya dalam tabel periodik.
Metode
ini juga dapat menyelesaikan masalah-masalah lain, yang beberapa diantaranya
telah membuat para ilmuwan kimia bingung beberapa tahun terakhir. Posisi
unsur-unsur seperti argon dan potassium, juga posisi golongan transisi dalam,
semua dapat dijelaskan dengan penyusunan tabel periodik berdasarkan nomor atom.
Moseley menyelesaikan semua masalah yang sebelumya masih merupakan tanda tanya
besar, dengan sebuah teori sederhana.
Selain
dalam penyusunan tabel periodik unsur, ia juga berperan dalam pengembangan awal
perelatan yang menggunakan spektrum sinar X, yang dulu ia pelajari. Dibantu
oleh kedua temannya William Henry Bragg dan William Lawrence Bragg di
Universitas Leeds, ia membuat sebuah perangkat yang dasarnya terdiri dari tabung
kaca-lampu elektron di mana ionisasi elektron menyebabkan emisi foton sinar-X
akhirnya mengakibatkan garis fotografi.
Pada
tahun 1914, Henry Moseley berencana untuk melanjutkan penelitian fisika di
Oxford sehingga ia mengundurkan diri dari posisinya di Manchester. Tetapi
sayangnya, rencana itu tidak pernah terwujud karena ketika perang dunia pertama
pecah ia memutuskan untuk mendaftarkan diri di Angkatan Darat Inggris. Akhirnya,
pada tanggal 10 Agustus 1915 ia ditembak mati saat Pertempuran Gallipoli, di
Turki.
Ilmuwan
besar ini meninggal di usia dua puluh tujuh tahun, tetapi kontribusinya
terhadap dunia ilmu pengetahuan tidak akan pernah terlupakan. Banyak ilmuwan
lain berkata, seandainya ia bisa hidup lebih lama lagi, mungkin kontribusinya
bisa membuatnya memperoleh banyak hadiah nobel.Written by Anna Kumala
Teks di bawah ini ku kutip dari tulisan seseorang. Kenapa aku mengutipnya disini? Karena kalimat penuh implisit ini keren banget, serius. Dan yah langsung aja minta izin sama si empunya untuk post kesini.
"Ketika aku tersenyum, percayalah ini senyum terbaikku. Kemanapun kau pergi jauh, ingat sepotong bibir melengkung penuh keceriaan. Saat aku berbicara padamu dengan tawa ceria, percayalah ini keceriaan terbaikku. Karena, memang hanya kaulah yang bisa menghadirkannya.
Pertemuan ibaratnya sebuah benih lahirnya perpisahan. Kita telah mengambil sebuah resiko untuk menanam benih itu. Kini saat tiba waktunya benih itu lahir, perpisahan itu tiba, dan bersama kita menghadapinya. Sama ketika kita menyambut pertemuan dengan senyuman, maka perpisahan ini pun kita sahut dengan senyuman.
Bagaimanapun jarak terbentang antara kita, ketulusan hati saling menyayangi, keikhlasan melepas untuk kebaikan, tak akan semudah itu terkalahkan. Jangankan hanya untuk ribuan kilometer, untuk berdiri di titik-titik pengukur diameter bumi pun, kita tetap kuat.
Ingatlah selalu hari ini, hari saat kita menghitung mundur perpisahan itu, hari saat perpisahan itu belum tiba dan betapa resahnya aku menanti itu tiba. Bagaimana denganmu?
Tetaplah lurus pada jalanNya, jaga keunikan dan keceriaanmu. Aku disini melanjutkan hidupku dengan caraku. Mungkin juga aku nantinya akan meninggalkan tanah ini. Menyusulmu, atau semakin berada jauh darimu. Entahlah......
Aku tak akan menunggumu. Untuk alasan apa? Jika memang takdir kita adalah untuk bertemu lagi, tak perlu kutunggu pun kau akan datang, bukan?
Bukan salahmu.
Bukan salahmu jika aku terlanjur memiliki sebuah es krim manis untukmu. Kau tak pernah memintanya. Namun itu tak bisa kuhindari. Konyol memang. Tapi, sekali lagi ini bukan salahmu, dan bukan sebuah kesalahan.
Akan kukemanakan es krim itu?
Tidak, tidak akan kulelehkah atau kudinginkan di lemari pendingin. Tapi akan kubiarkan es krim itu. Jika pun ternyata ada orang lain yang menginginkan es krim itu, maka biarlah es krim itu dimakannya. Jika tidak, mungkin es krim itu memang hanya untukmu.
Ya, kakakku, hanya untukmu......"
Jadi, di ceritanya itu, dia jatuh cinta sama kakak tirinya sendiri. Waah, agak ngeri ya -,- Terus, kakaknya itu dipindahin sama perusahaan tempat dia bekerja, ke luar negeri. Sedangkan si adik ini masih kuliah di Indonesia. Pokoknya ceritanya tuh ribet banget deh. Endingnya belom dibikin sama si penulis. Judul novelnya "The Sweetest Ice Cream", nah kalo ada yang pernah baca bio twitter aku sekarang sekarang ini, pasti nggak asing sama kata-kata itu. Yap, karena bio itu mengambil dari kutipan ini.
Penasaran sama cerita ini? Hubungi aja penulisnya.
Siapa?
...yang blognya sedang kalian baca...
*haha dasar
Written by Anna Kumala
"Ketika aku tersenyum, percayalah ini senyum terbaikku. Kemanapun kau pergi jauh, ingat sepotong bibir melengkung penuh keceriaan. Saat aku berbicara padamu dengan tawa ceria, percayalah ini keceriaan terbaikku. Karena, memang hanya kaulah yang bisa menghadirkannya.
Pertemuan ibaratnya sebuah benih lahirnya perpisahan. Kita telah mengambil sebuah resiko untuk menanam benih itu. Kini saat tiba waktunya benih itu lahir, perpisahan itu tiba, dan bersama kita menghadapinya. Sama ketika kita menyambut pertemuan dengan senyuman, maka perpisahan ini pun kita sahut dengan senyuman.
Bagaimanapun jarak terbentang antara kita, ketulusan hati saling menyayangi, keikhlasan melepas untuk kebaikan, tak akan semudah itu terkalahkan. Jangankan hanya untuk ribuan kilometer, untuk berdiri di titik-titik pengukur diameter bumi pun, kita tetap kuat.
Ingatlah selalu hari ini, hari saat kita menghitung mundur perpisahan itu, hari saat perpisahan itu belum tiba dan betapa resahnya aku menanti itu tiba. Bagaimana denganmu?
Tetaplah lurus pada jalanNya, jaga keunikan dan keceriaanmu. Aku disini melanjutkan hidupku dengan caraku. Mungkin juga aku nantinya akan meninggalkan tanah ini. Menyusulmu, atau semakin berada jauh darimu. Entahlah......
Aku tak akan menunggumu. Untuk alasan apa? Jika memang takdir kita adalah untuk bertemu lagi, tak perlu kutunggu pun kau akan datang, bukan?
Bukan salahmu.
Bukan salahmu jika aku terlanjur memiliki sebuah es krim manis untukmu. Kau tak pernah memintanya. Namun itu tak bisa kuhindari. Konyol memang. Tapi, sekali lagi ini bukan salahmu, dan bukan sebuah kesalahan.
Akan kukemanakan es krim itu?
Tidak, tidak akan kulelehkah atau kudinginkan di lemari pendingin. Tapi akan kubiarkan es krim itu. Jika pun ternyata ada orang lain yang menginginkan es krim itu, maka biarlah es krim itu dimakannya. Jika tidak, mungkin es krim itu memang hanya untukmu.
Ya, kakakku, hanya untukmu......"
Jadi, di ceritanya itu, dia jatuh cinta sama kakak tirinya sendiri. Waah, agak ngeri ya -,- Terus, kakaknya itu dipindahin sama perusahaan tempat dia bekerja, ke luar negeri. Sedangkan si adik ini masih kuliah di Indonesia. Pokoknya ceritanya tuh ribet banget deh. Endingnya belom dibikin sama si penulis. Judul novelnya "The Sweetest Ice Cream", nah kalo ada yang pernah baca bio twitter aku sekarang sekarang ini, pasti nggak asing sama kata-kata itu. Yap, karena bio itu mengambil dari kutipan ini.
Penasaran sama cerita ini? Hubungi aja penulisnya.
Siapa?
...yang blognya sedang kalian baca...
*haha dasar
Written by Anna Kumala
Bukankah Kita Sama?
Laporan Kunjungan Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIB Anak Wanita Tangerang
Kamis, 9 Agustus 2012
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØْÙ…َÙ†ِ اارَّØِيم
Uraian Singkat
Kunjungan ke Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIB Anak Wanita Tangerang 2012 ini merupakan kolaborasi
kegiatan OSIS di bulan Ramadhan yang bertajuk I-FUN 1433H dengan pembelajaran
sekolah mata pelajaran PKn, Fiqih, dan Sosiologi (untuk jurusan IPS).
Diharapkan dengan kunjungan ke
LAPAS ini, siswa-siswi MAN Insan Cendekia Serpong tidak hanya memahami teori
dan melihat banyak hal melalui sederetan tulisan dalam buku saja, tetapi juga
realita yang terjadi di masyarakat.
Selain itu, agar kita dapat
memahami bahayanya terbawa oleh lingkungan yang serba bebas dan tidak
terkontrol. Bahwa pada hakikatnya, kebebasan adalah sesuatu yang harus
dipertanggungjawabkan. Ketika kita tidak bisa bertanggungjawab, maka hak atas
kebebasan pun akan dicabut.
Acara Inti
Setelah shalat ashar, rombongan
MAN Insan Cendekia Serpong yang akan mengunjungi LAPAS, naik ke atas bus.
Karena sebelum ashar kami telah merapikan barang-barang yang ingin dibawa, maka
bus hanya tinggal melaju menuju lokasi.
Sore itu, tepatnya pukul 4 lebih
50 menit, kami tiba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Anak dan Wanita
Tangerang. Kami disambut dengan baik oleh pihak LAPAS, dan dipersilahkan untuk
memasuki ruangan luas yang saya duga merupakan aula LAPAS.
Sebelum masuk, kami yang
perempuan di cap tangannya dengan cap yang tidak mudah luntur. Menurut
penjelasan dari pihak LAPAS, itu karena penghuni LAPAS tersebut keseluruhannya
perempuan, sehingga dikhawatirkan menyamar sebagai salah satu dari kami.
Setelah itu, dimulailah
serangkaian acara semi-formal yang dipandu oleh pembawa acara dari MAN Insan
Cendekia Serpong yaitu Bagus Dwi Kurniawan (XI IPA 1) dan Adimas Euro Kurnia
(XI IPA 2). Diawali dengan sambutan oleh ketua panitia I-FUN 1433 H, Saefullah
Thaher dan dilanjutkan dengan sambutan Ibu Kepala LAPAS serta Bapak Erwin
Supriatna sebagai perwakilan guru MAN Insan Cendekia Serpong.
Kesemua sambutan bertajuk sama.
Intinya adalah bahwa kehadiran kami disana adalah untuk saling berbagi. Karena,
pada dasarnya siswa-siswi MAN Insan Cendekia Serpong dan penghuni LAPAS itu
sama. Sama-sama tinggal di asrama, terikat peraturan, dan jauh dari keluarga.
Hanya saja yang membedakannya adalah, kami melakukan itu dengan kesediaan
penuh, sedangkan penghuni LAPAS tersebut tidak. Itu bukan pilihan bagi mereka.
Disana kemerdekaan dan kebebasan bergerak mereka dicabut sementara. Akibat dari
kebebasan yang tidak bertanggungjawab.
Ketika dibuka sesi tanya jawab,
sebagaimana lazimnya siswa-siswi Insan Cendekia yang gemar bertanya, ketika
pertama ditanya siapa yang ingin bertanya, langsung banyak tangan yang
terangkat ke atas. Tapi karena itulah, kami bisa mendapatkan banyak pelajaran
mengenai tempat ini dan orang-orang yang ada di dalamnya.
Ternyata penghuni LAPAS juga
memiliki berbagai kegiatan yang biasa kita sebut kegiatan ekstrakurikuler.
Diantaranya, tari saman, paduan suara, marawis, dan kerajinan tangan. Seluruh
122 orang disini, dibagi ke kelas-kelas ekstrakurikuler tertentu dengan
pertimbangan hobi dan keahlian. Dan untuk kelas kerajinan tangan, hasilnya
diperjualbelikan di LAPAS itu juga. Namun, tentunya hasilnya tidak bisa sama
terjangkaunya dengan yang diproduksi pabrik. Karena, bahan baku dibeli oleh
pihak LAPAS secara satuan, bukan kolektif.
Penghuni LAPAS ini diasramakan ke
dalam 4 pavling berbeda, sesuai dengan statusnya. Bahkan, mereka juga
mengenakan kaos dengan warna yang berbeda. Diantaranya :
·
Kaos warna putih, untuk
penghuni LAPAS yang berstatus tahanan dan masih di bawah usia 18 tahun;
· Kaos warna merah muda,
untuk penghuni LAPAS di bawah usia 18 tahun yang berstatus pidana, atau biasa
disebut anak pidana.
· Kaos warna merah, untuk
para wanita dewasa yang menjalani hukuman pidana yang panjang;
· Kaos warna kuning, untuk
para wanita dewasa yang menjalani masa pidana panjang, namun telah menjalani
lebih dari setengah atau dua per tiga dari keseluruhan masa pidana.
Pembedaan warna kaos ini dilakukan untuk memudahkan
mengecek kelengkapan penghuni LAPAS ketika sedang dilaksanakan apel.
Apel adalah kegiatan rutin yang
dilakukan oleh petugas LAPAS untuk mengecek kelengkapan penghuni LAPAS. Apel
biasanya dilaksanakan di aula besar dengan pembagian sesuai dengan pavling yang
dihuni.
Acara semi-formal ini ditutup
dengan hiburan dari tim saman MAN Insan Cendekia Serpong dan berbuka puasa
bersama, dilanjutkan dengan shalat Maghrib secara individual dikarenakan sarana
yang tidak memadai untuk melakukannya secara berjamaah banyak.
Berbagi Cerita dengan Penghuni
LAPAS
Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Anak Wanita Tangerang
Usai shalat Maghrib, kami makan malam
bersama penghuni LAPAS. Kami berkelompok bebas dan berbaur dengan mereka.
Penghuni LAPAS yang makan bersama aku dan teman-teman bernama Putri. Usianya
berkisar 25 tahun, dan ia mengenakan kaos kuning.
Kak Putri, begitu akrabnya saya
sapa, di pidana karena kasus narkoba dengan jenis sabu-sabu. Ia mengaku stres
saat cerai dengan suaminya sehingga mudah tergoda oleh teman kerjanya di salon.
Suatu hari, 4 bulan setelah ia menjadi seorang pemakai narkoba, ia tertangkap
polisi dan akhirnya diharuskan menjalani pidana selama 1 tahun 2 bulan.
Saya bertanya, apa yang akan ia
lakukan ketika telah bebas nanti dan masyarakat dalam keadaan mengucilkannya?
Lalu, Kak Putri menjawab bahwa dia akan menjadi orang baik. Mengenai
masyarakat, orang-orang lingkungan
rumahnya tidak tahu bahwa ia di pidana karena kasus narkoba. Sebab ia
tertangkap di lingkungan yang jauh dari rumah. Sehingga kapan saja ia kembali
ke rumah, lingkungannya tetap akan menerima.
Sebelumnya Kak Putri berada di LP
Cipinang, baru beberapa bulan ini ada di LAPAS kelas IIB anak wanita Tangerang.
Namun ia mengaku sangat nyaman, karena disini ia ditemani oleh petugas yang
baik dan penghuninya pun bersahabat.
Kak Putri mengaku bersyukur
karena tertangkap. Itu artinya Allah masih menyayanginya sehingga Ia tidak
diizinkan terperosok ke dalam lubang yang lebih dalam. Setahun terakhir ini,
dia menjadi seorang muallaf. Inilah satu lagi titik terang yang didapatkannya
karena tertangkap. Jika tidak pernah tertangkap, mungkin ia tak akan menemukan
cahaya Islam yang begitu terang dan menyejukkan.
Salah satu cara yang dilakukan
pihak LAPAS untuk kembali memasyarakatkan para narapidana ketika telah selesai
masa pidana mereka adalah, dengan menanamkan kerohanian yang dalam sesuai
dengan keyakinan mereka masing-masing. Karena, dengan agama seseorang akan
benar-benar beristiqomah di jalan yang lurus.
Selain Kak Putri, ada juga
tahanan usia dibawah 18 tahun yang tertangkap mencuri. Ia mengaku ditipu oleh
seorang wanita yang mengatakan bahwa jika ia tertangkap saat mencuri, maka ia
akan dilindungi. Namun nyatanya tidak.
Ya, inilah sisi lain dari negeri
kita. Dimana para narapidana telah mulai bertobat, mengingatkan pada
orang-orang yang bebas, jangan ikuti jejak mereka. Namun, para ‘calon’
narapidana senantiasa bermunculan.
Semoga kita dapat menjadi
orang-orang yang bertanggungjawab atas kebebasan yang masih kita nikmati hingga
saat ini. Dan semoga, kunjungan kami ke LAPAS membuka mata hati banyak orang
yang sebelumnya masih tertutup.
Dan untuk para penghuni LAPAS,
terima kasih karena telah mengajari kami hal yang berharga. Tetaplah semangat
menjadi orang yang lebih baik lagi. Suatu hari jika kita kembali berjumpa,
semoga kesemua dari kita adalah seorang baik yang sukses. Amin.
Aku berjalan bersama beberapa teman rumahku. Hanya berjalan bersama sekejap saja, karena terus terang aku tak begitu dekat dengan mereka. Selain karena terbiasa hidup di asrama sehingga lama tak bertemu mereka, aku juga merasa aku dan mereka latar pergaulannya begitu berbeda.
Aku bertemu mereka dengan pakaian standar yang biasa kukenakan. Blus panjang, celana bahan panjang, dan jilbab praktis ukuran sedang, lengkap dengan kacamata dan tak pernah ketinggalan jam tanganku satu-satunya.
Seperti biasa, mereka menyalamiku, dan tersenyum padaku. Lalu salah satu dari mereka bertanya, "jilbabnya kok ketutup banget, Na?"
Aku kaget. Padahal kalau di asrama, mungkin pakaianku cenderung biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan teman-temanku yang lebih panjang lagi baju dan jilbabnya. Lalu aku menjawab, "udah biasa kayak gini..."
Lalu satu yang lainnya bertanya lagi, "Lo nggak bosen apa Na sekolah di madrasah? Nggak capek apa ketemu bahasa Arab?"
Yang lain menimpali, "iya, gue aja nggak betah. Lebih asik juga di sekolah umum."
Aku hanya tersenyum manis. Mencoba menghilangkan rasa tidak nyamanku berada disana.
Salah satu temanku yang lain, yang memang paling bijaksana diantara yang lainnya kemudian berkomentar.
"Udahlah, Ana pake jilbab atau masuk madrasah itu pilihannya dia. Sama seperti kita-kita yang juga punya pilihan mau bagaimana berpenampilan, dan mau masuk sekolah mana yang kita masukin."
Mendengar itu aku diam. Lalu aku menggeleng keras.
"Sorry untuk menyangkal pembelaan lo. Gue masuk MI, itu pilihan orang tua gue, karena beliau ingin pemahaman dasar gue dibalut agama yang kuat. Gue masuk MTs, karena gue nggak punya pilihan lain. MTs adalah satu-satunya pilihan yang masih bisa gue jalani, karena kalau bukan MTs, mungkin gue udah dikirim ke pesantren yang jauh dan gue nggak mau. Lalu, gue masuk MA karena itu pilihan gue sendiri. Karena gue nggak mau di masa-masa 'rawan', gue jauh dari terangnya agama. Tapi...
Written by Anna Kumala
Aku bertemu mereka dengan pakaian standar yang biasa kukenakan. Blus panjang, celana bahan panjang, dan jilbab praktis ukuran sedang, lengkap dengan kacamata dan tak pernah ketinggalan jam tanganku satu-satunya.
Seperti biasa, mereka menyalamiku, dan tersenyum padaku. Lalu salah satu dari mereka bertanya, "jilbabnya kok ketutup banget, Na?"
Aku kaget. Padahal kalau di asrama, mungkin pakaianku cenderung biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan teman-temanku yang lebih panjang lagi baju dan jilbabnya. Lalu aku menjawab, "udah biasa kayak gini..."
Lalu satu yang lainnya bertanya lagi, "Lo nggak bosen apa Na sekolah di madrasah? Nggak capek apa ketemu bahasa Arab?"
Yang lain menimpali, "iya, gue aja nggak betah. Lebih asik juga di sekolah umum."
Aku hanya tersenyum manis. Mencoba menghilangkan rasa tidak nyamanku berada disana.
Salah satu temanku yang lain, yang memang paling bijaksana diantara yang lainnya kemudian berkomentar.
"Udahlah, Ana pake jilbab atau masuk madrasah itu pilihannya dia. Sama seperti kita-kita yang juga punya pilihan mau bagaimana berpenampilan, dan mau masuk sekolah mana yang kita masukin."
Mendengar itu aku diam. Lalu aku menggeleng keras.
"Sorry untuk menyangkal pembelaan lo. Gue masuk MI, itu pilihan orang tua gue, karena beliau ingin pemahaman dasar gue dibalut agama yang kuat. Gue masuk MTs, karena gue nggak punya pilihan lain. MTs adalah satu-satunya pilihan yang masih bisa gue jalani, karena kalau bukan MTs, mungkin gue udah dikirim ke pesantren yang jauh dan gue nggak mau. Lalu, gue masuk MA karena itu pilihan gue sendiri. Karena gue nggak mau di masa-masa 'rawan', gue jauh dari terangnya agama. Tapi...
...untuk jilbab, itu bukan pilihan gue. Jilbab ini adalah sebuah bentuk kongkrit ketaqwaan dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah SWT. Karena jilbab bukanlah sebuah hal yang boleh dipilih, jilbab adalah kewajiban setiap muslimah. Cara Allah melindungi wanita dari kebathilan yang berada di sekelilingnya."Dan mereka semua, hanya terdiam mendengar kalimat panjangku itu.
Written by Anna Kumala
Masa kontrak saya di Insan Cendekia Serpong masih tersisa kurang lebih dua tahun lagi, namun entah mengapa pagi ini saya tergoda untuk mulai memilah universitas mana yang nantinya siap menampung saya, dan ingin saya tumpangi selama beberapa tahun.
Jadi, dengan bantuan mbah google saya mencari berbagai informasi mengenai berbagai universitas di Indonesia, maupun dunia. Untuk yang di Indonesia, saya memang telah mencari banyak info tentangnya bahkan sebelum belajar di Insan Cendekia. Tapi, untuk yang diluar negeri saya baru memikirkan universitasnya, belum sampai pada tahap fakultas. Pilihan saya ini berdasarkan pertimbangan kualitas, living cost, dan jarak dari tanah air. Biar bagaimanapun kan saya masih belasan tahun, dan orangtua saya juga harus acceptable dengan universitas yang saya incar.
Nah, saya akan urutkan universitas tersebut dimulai dari yang paling saya minati, terpisah antara dalam dan luar negeri.
Universitas Dalam Negeri
Institut Teknologi Bandung (ITB) - Fakultas Teknik Industri (FTI)
Kenapa pilihan pertama saya ITB? Karena pertimbangan fakultas yang saya lebih minati ketimbang yang lainnya. Dan lagi, faktor relasi juga ikut memperhitungkan kenapa saya meletakkan ITB di urutan pertama.Universitas Indonesia (UI) - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Saya murid IPA lhoo.. Lantas kenapa saya memilih FISIP? Yah, anggaplah ini panggilan jiwa. Saya memang tidak pandai IPS. Serius, saya adalah orang yang 'sangat IPA'. Tapi, saya tidak bisa memungkiri bahwa saya sangat tertarik dengan dunia politik. |
Universitas Gadjah Mada (UGM) - Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Wah ternyata UGM berada di urutan ketiga. Alasannya sederhana sebenarnya. UGM itu... jauh.
Universitas Luar Negeri
The University of Tokyo - Hongo, Bunkyo-ku, Tokyo, Japan |
Kyoto University - Yoshida-Honmachi, Sakyo-ku, Kyoto, Japan |
National University of Singapore - 21 Lower Kent Ridge Road, Singapore 119077, Singapore |
Tohoku University - Aoba-ku, Sendai, Miyagi, Japan |
The Hong Kong University of Science and Technology - Clear Water Baay-Kowloon, Hong Kong |
The Hong Kong Polytechnical University - Hunghom, Kowloon, Hong Kong |
London School of Economics and Political Science (LSE) - Houghton Street, London, United Kingdom |
Dan, itulah kira kira, universitas-universitas incaran saya. Doakan saya bisa menjadi mahasiswi dari salah satu universitas di atas ya. Amin :)
Written by Anna Kumala
Copied by Anna Kumala from Magnivic Alencearin's Blog
Happy 1st Anniversary, guys.. Keep loving each other, because with love we can do anything we want :D
Pagi ini, ketika saya menyaksikan pengibaran duplikat bendera pusaka di televisi, tanpa sadar saya menangis. Entah kenapa, yang jelas tadi pagi air mata saya begitu jelas dan nyata. Mungkin saya iri. Iri pada mereka yang jelas-jelas bisa berada di istana negara itu, mengibarkan bendera merah putih seakan memamerkan pada dunia "inilah kami! MERDEKA!" Sedangkan saya hanya bisa duduk dan menyaksikan dari balik layar kaca, sedikit berterima kasih kepada stasiun televisi swasta yang menyiarkannya untuk kami, meskipun sebagian kecilnya dengan alasan komersial.
Atau airmata saya bukan untuk itu? Bukan karena sisi terang Indonesia yang membuat saya iri, tapi karena merasa miris atas sisi gelap bangsa ini yang kadang masih dikesampingkan oleh banyak pihak?
Mungkin.
Mungkin saya menangis mewakili saudara sebangsa saya dari sisi gelap itu. Mungkin saya menangis mewakili mereka yang muak akan korupsi di Indonesia. Mungkin saya mewakili mereka yang muak akan penghinaan para pemuda kepada bangsanya sendiri. Mungkin saya mewakili mereka yang muak akan kehancuran generasi penerus yang nampak jelas di depan mata, namun banyak yang tak melihatnya karena telah 'buta'.
Ya saudaraku, miris melihat orang-orang di depan mata kalian mengepalkan tangan dan mengangkatnya tinggi sambil berteriak "MERDEKA!" Sedang kita tahu betul bahwa birokrasi negeri ini masih belum merdeka dari para koruptor.
Terenyuh memantau para pemuda yang mengeluhkan kebobrokan negeri ini di berbagai jejaring sosial, tanpa mengambil tindakan apapun untuk memperbaiki kebobrokan itu. Menyuarakan idealisme klise yang mungkin hanya akan bertahan beberapa tahun kedepan.
Sedih melihat moral generasi penerus bangsa ini dihancurkan. Diracuni pikiran mereka dengan tontonan-tontonan yang memiliki sangat sedikit nilai positif, mode-mode yang mengundang hal-hal buruk terjadi, dan penanaman sikap yang sangat tak sesuai dengan status serta usia mereka.
Mungkin di antara anda, para pembaca entri ini, juga ada yang menangis? Sedih melihat sisi gelap lainnya yang tak saya sebutkan di atas? Melihat kemiskinan rakyat Indonesia, melihat minimnya rasa nasionalisme saat ini...
Tapi saya tidak sedih untuk dua hal itu. Kemiskinan. Memang suatu masalah negeri ini. Tapi, maaf. Bukannya saya kehilangan hati nurani saat saya menyatakan bahwa kemiskinan sebenarnya bukanlah sebuah masalah. Tapi, memang begitulah pendapat saya. Apa yang menjadikannya sebuah masalah? Ketika orang-orang menganggap itu masalah.
Andaikan setiap orang, setiap individu menerima takdirnya masing-masing, pasti tak akan menjadi masalah. Andaikan orang-orang yang memang sudah 'terlalu kaya' itu cukup tahu diri, pasti ada yang menjadi masalah.
Maka ketika orang-orang bertanya apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan, maka saya akan menjawab, tidak ada. Karena kemiskinan sesungguhnya bukanlah sebuah masalah. Hanya dibutuhkan sebuah kelapangan hati dan saling toleransi yang tinggi yang dapat menyadarkan bahwa itu bukanlah sebuah masalah.
Lalu, masalah rasa nasionalisme yang semakin berkurang. Saya akui kita memang harus memiliki rasa itu, namun menumbuhkannya bukan dengan cara menangis dan bersedih atas itu, melainkan mencoba berkobar dan menyemangati, mengajak orang-orang untuk mencintai bangsa ini.
Lalu kenapa saya tidak melakukan tindakan yang sama untuk hal-hal yang saya 'tangisi' di atas? Karena saya belum memiliki sesuatu yang harus dimiliki sebelum saya bisa merubahnya secara keseluruhan. Saat ini saya hanya bisa 'berlatih merubah'. Karena apapun yang saya lakukan sekarang tidak akan merubah secara signifikan.
Jadi, saya disini hanya mencoba menuangkan isi pikiran saya hari ini tentang negeri saya yang tercinta ini. Berharap ada seorang 'berwenang' yang membacanya dan benar-benar mau melakukan perubahan.
Terlalu banyak keterbatasan saya saat ini, sehingga saya belum bisa melakukan sesuatu yang 'sesuatu'. Konyolnya keterbatasan ini bukan dari diri saya sendiri, bukan dari ketakutan dalam diri saya, tetapi karena beberapa dari teman-teman saya sesama generasi penerus yang saat ini masih diremoti oleh budaya yang negatif. Bagaimanapun toh saya tidak akan bisa bergerak sendirian.
Yah, inilah yang membuat saya bertanya-tanya. Kalau banyak orang yang masih 'diremoti' seperti ini, lalu apa artinya Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-67? Kalau kita tidak bisa merasakan kemerdekaan, lalu 17 Agustus 1945 itu... kemerdekaan siapa?
Written by Anna Kumala
Atau airmata saya bukan untuk itu? Bukan karena sisi terang Indonesia yang membuat saya iri, tapi karena merasa miris atas sisi gelap bangsa ini yang kadang masih dikesampingkan oleh banyak pihak?
Mungkin.
Mungkin saya menangis mewakili saudara sebangsa saya dari sisi gelap itu. Mungkin saya menangis mewakili mereka yang muak akan korupsi di Indonesia. Mungkin saya mewakili mereka yang muak akan penghinaan para pemuda kepada bangsanya sendiri. Mungkin saya mewakili mereka yang muak akan kehancuran generasi penerus yang nampak jelas di depan mata, namun banyak yang tak melihatnya karena telah 'buta'.
Ya saudaraku, miris melihat orang-orang di depan mata kalian mengepalkan tangan dan mengangkatnya tinggi sambil berteriak "MERDEKA!" Sedang kita tahu betul bahwa birokrasi negeri ini masih belum merdeka dari para koruptor.
Terenyuh memantau para pemuda yang mengeluhkan kebobrokan negeri ini di berbagai jejaring sosial, tanpa mengambil tindakan apapun untuk memperbaiki kebobrokan itu. Menyuarakan idealisme klise yang mungkin hanya akan bertahan beberapa tahun kedepan.
Sedih melihat moral generasi penerus bangsa ini dihancurkan. Diracuni pikiran mereka dengan tontonan-tontonan yang memiliki sangat sedikit nilai positif, mode-mode yang mengundang hal-hal buruk terjadi, dan penanaman sikap yang sangat tak sesuai dengan status serta usia mereka.
Mungkin di antara anda, para pembaca entri ini, juga ada yang menangis? Sedih melihat sisi gelap lainnya yang tak saya sebutkan di atas? Melihat kemiskinan rakyat Indonesia, melihat minimnya rasa nasionalisme saat ini...
Tapi saya tidak sedih untuk dua hal itu. Kemiskinan. Memang suatu masalah negeri ini. Tapi, maaf. Bukannya saya kehilangan hati nurani saat saya menyatakan bahwa kemiskinan sebenarnya bukanlah sebuah masalah. Tapi, memang begitulah pendapat saya. Apa yang menjadikannya sebuah masalah? Ketika orang-orang menganggap itu masalah.
Andaikan setiap orang, setiap individu menerima takdirnya masing-masing, pasti tak akan menjadi masalah. Andaikan orang-orang yang memang sudah 'terlalu kaya' itu cukup tahu diri, pasti ada yang menjadi masalah.
Maka ketika orang-orang bertanya apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan, maka saya akan menjawab, tidak ada. Karena kemiskinan sesungguhnya bukanlah sebuah masalah. Hanya dibutuhkan sebuah kelapangan hati dan saling toleransi yang tinggi yang dapat menyadarkan bahwa itu bukanlah sebuah masalah.
Lalu, masalah rasa nasionalisme yang semakin berkurang. Saya akui kita memang harus memiliki rasa itu, namun menumbuhkannya bukan dengan cara menangis dan bersedih atas itu, melainkan mencoba berkobar dan menyemangati, mengajak orang-orang untuk mencintai bangsa ini.
Lalu kenapa saya tidak melakukan tindakan yang sama untuk hal-hal yang saya 'tangisi' di atas? Karena saya belum memiliki sesuatu yang harus dimiliki sebelum saya bisa merubahnya secara keseluruhan. Saat ini saya hanya bisa 'berlatih merubah'. Karena apapun yang saya lakukan sekarang tidak akan merubah secara signifikan.
Jadi, saya disini hanya mencoba menuangkan isi pikiran saya hari ini tentang negeri saya yang tercinta ini. Berharap ada seorang 'berwenang' yang membacanya dan benar-benar mau melakukan perubahan.
Terlalu banyak keterbatasan saya saat ini, sehingga saya belum bisa melakukan sesuatu yang 'sesuatu'. Konyolnya keterbatasan ini bukan dari diri saya sendiri, bukan dari ketakutan dalam diri saya, tetapi karena beberapa dari teman-teman saya sesama generasi penerus yang saat ini masih diremoti oleh budaya yang negatif. Bagaimanapun toh saya tidak akan bisa bergerak sendirian.
Yah, inilah yang membuat saya bertanya-tanya. Kalau banyak orang yang masih 'diremoti' seperti ini, lalu apa artinya Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-67? Kalau kita tidak bisa merasakan kemerdekaan, lalu 17 Agustus 1945 itu... kemerdekaan siapa?
Written by Anna Kumala