Masa Putih-Abu

July 31, 2013

Sebenarnya ada hal lain yang ingin aku tulis malam ini. Namun, tampaknya masalah ini lebih bisa dibagi dan lagi sebelum aku nantinya melupakan perbincangan sore yang bermanfaat ini, sebaiknya memang kuungkap dalam deretan kata yang suatu hari dapat kubuka lagi.
Dua tahun lebih aku hidup di balik pagar asrama. Tentram dan damai dari dunia luar yang rasanya semakin tidak karuan bentuknya. Sebagai anak terkurung, tentunya aku tidak tahu seperti apa dunia luar berjalan. Aku tidak benar-benar memahami bagaimana dunia putih-abu yang (padahal) saat ini sedang kujalani. Dunia putih-abu tempat teman-temanku berada. Dan, obrolan sore ini memberikanku jawabannya...




Aku sedang duduk di bangku salah satu ruang kelas MTs tempat aku bersekolah dulu. Siang ini, kami baru saja rampung menyusun struktur kepengurusan dasar ikatan alumni yang direncanakan langsung oleh wakil kepala madrasah bidang pengembangan mutu dan kehumasan. Karena momen ini memang mengundang beberapa alumni, aku tak merasa heran ketika salah seorang temanku melintas di koridor. Aku menyapanya dan kami saling bertukar kabar, sama seperti teman lama lainnya yang bertemu lagi dalam satu situasi.
Dia satu angkatan denganku. Saat ini dia bersekolah di salah satu SMA Negeri dengan passing grade cukup tinggi di Jakarta. Dalam selintas obrolan kami, dia menyebutkan bahwa dia adalah anggota rohis, salah satu kelompok rohani Islam yang memang tak asing berada di SMA Negeri. Muncul lah ketertarikanku untuk tahu lebih dalam tentang SMA Negeri.

(Dalam percakapan setelah ini, adalah aku, dan B adalah temanku yang bersekolah di SMA Negeri tersebut)

A : Jadi, lo anak rohis? Wah keren dong...
B : Nggak juga sih sebenernya. Walaupun gue anak rohis, tapi bukan berarti terus tiap hari pake sarung terus bawa-bawa Al Qur'an, itu sih bisa-bisa malah dijadiin bahan ledekan. Lagian, anak rohis juga nggak semuanya ngerti dasar agama. Waktu itu pernah, pimpinan rohisnya itu nanya ke anak rohis waktu lagi forum, rukun Islam itu ada berapa. Sekalinya ada yang jawab bener, dia taunya rukun Islam yang pertama itu sholat. Syahadatnya ilang.
A : Berarti rohaniahnya dipertanyakan dong? Gimana mau ngejalanin, orang dasarnya aja nggak paham..
B : Justru itu, Na bedanya kalo anak madrasah sama sekolah negeri, di madrasah kita kan bener-bener ditanamin dasar-dasarnya, tapi kalo di negeri dasarnya mah nggak penting, yang penting tetep sholat lima waktu, puasa, itu itungannya udah alim banget.
A : Kalo lo termasuk alim nggak?
B : Gue ya nggak alim-alim banget. Lagian kalo anak-anak yang kayak gitu mah nggak bakal cocok kalo pendekatannya pake cara alim. Misalnya, lo bawain Al Qur'an, sarung, sama baju koko terus sengaja gitu ngajak mereka ke masjid, yang ada lo malah di ledek abis-abisan. Gue lebih pas pake cara persuasi. Ajak aja mereka main futsal. Kan pasti pada dateng tuh. Nah, pas lagi istirahat ajak ngobrol dikit-dikit soal agama, terus kalo ada azan ajakin dah sholat. Yang kayak gitu biasanya lebih ngena.
A : Oh, gitu... Terus terus, kalo di SMA Negeri pelajaran agamanya gimana tuh?
B : Kayak anak SD itu mah, Na sebenernya.
A : Tapi kok pada bilang katanya susah?
B : Ya susah lah kalo nggak dipelajarin. Aslinya mah gampang banget, Na. Tapi tetep aja anak-anaknya kayak gitu. Susah diajarin agamanya. Sampe gue heran kan sama guru agama di sekolah gue, orangnya sabar banget. Suatu kali gue pernah nanya ke beliau, kenapa beliau milih buat ngajar disini, kenapa nggak di MAN aja, kan anak-anaknya lebih bisa diatur tuh. Kata beliau, kalo ngajar di MAN nggak ada tantangannya. Iya juga sih. Kalo semuanya ngajar MAN, terus yang mau mendidik keagamaan anak-anak SMA siapa?
A : Hmm, bener-bener. Ohiya, satu lagi, di sekolah lo ada pesta prom?
B : Ada. Malah guru yang jadi panitianya. Tapi pas acaranya mulai guru-gurunya malah pada geleng geleng sendiri melihat kelakuan muridnya. Semacam nggak pantes gitu lah. Pacaran dipamerin, pakaian auratnya dipampang jelas. Itulah SMA Negeri, tantangannya lebih berasa. Kan kalo misal di madrasah nggak mungkin ada cewek pake rok mini, terus...
A : Udah udah cukup --"


Dan obrolan kami dihentikan oleh sapaan temanku yang lain. Kemudian kami mengangkat topik lain untuk diperbincangkan, lantaran aku merasa sudah sangat cukup membahas penyimpangan yang tak lagi dipandang menyimpang ini.
Yah, tak banyak yang kukritik. Aku yakin pembaca bisa menyimpulkan apa yang terdapat dari entri ini. Hanya saja, selama berbincang masalah ini, berkali-kali aku berkata dalam hati...

Aku bersyukur Allah SWT memberikan aku rezeki berada disini. Di kawah candradimuka yang membuatku benar-benar mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Tak hanya mengerti, tempat ini mengajarkanku bagaimana cara menerapkannya. Dalam hidupku. Dalam pola fikirku. Dalam setiap pertimbangan untuk pilihan masa depanku. Alhamdulillahirobbil'alamin.

You Might Also Like

2 comments

  1. IC, IC, IC >< >< >< Bersyukur banget yah Naaaa :")

    ReplyDelete
  2. Iya, kak.. Ada satu lagi sebenernya yang aku lupa tulisin. Tentang sexy dancers. Jadi, masing-masing kelas itu punya semacam sexy dancers yang bisa berguna buat momen-momen tertentu kayak ngedukung pertandingan, atau malah ikut lomba itu sendiri. Kadang-kadang sexy dancers itu perform di kelas. Hmm, I really can't imagine that thing happen in our high school.

    ReplyDelete