Menyapa Walini: Cerita Perjalanan Sakola Hurung
August 20, 2016Alhamdulillah akhirnya datang juga kesempatan menulis soal perjalanan ke Walini minggu lalu. Awalnya sebenarnya tidak ada rencana sama sekali untuk ikut Sakola Hurung-nya Sospol. Selain karena jadwalnya bersamaan dengan refreshment SSDK, juga karena sehari setelahnya sudah berencana pergi ke Situ Cisanti naik sepeda motor.
Kalau akhirnya jadi ikut sebenarnya karena boleh menyusul sehari setelahnya dan memang tertarik saja sama topiknya yang terkait erat sama jurusan sendiri. Sakola Hurung ini adalah kegiatan live-in yang diorganisir oleh Kemenkoan Sosial Politik Kabinet KM ITB 2016 di daerah Walini guna melakukan survey terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang merupakan kerjasama antara Indonesia dengan China.
Kegiatan Sakola Hurung diadakan tanggal 8-10 Agustus 2016. Aku menyusul 9 Agustus sore setelah melalui serangkaian "kewajiban" di pagi harinya. Awalnya, aku rencana menyusul bersama Fatik dan satu orang lagi anak angkatan 2015 konvoi dengan sepeda motor. Tentu saja aku berniat membawa si motor hitam kesayanganku itu, bahkan paginya sudah kuisi penuh bensin dan nitrogen (untuk ban). Sayangnya, siang harinya kedua calon rekan seperjalananku itu membatalkan rencana. Jadi siang hari itu aku menimbang-nimbang jadi berangkat atau nggak.
Teh Farah bilang kalau misalnya aku sendirian, lebih baik jangan. Aku juga berpikiran sama. Kalau sendirian, mau nggak mau harus naik motor. Tapi dengan kondisi nggak hafal jalan, aku ragu untuk "sikat aja". Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu kabar sampai sore harinya.
Sorenya, Diska mengabari kalau kedua kakak tingkatnya dari IMMG jam 4 sore akan berangkat menyusul ke Walini naik mobil, jadi aku bisa ikutan (red: nebeng). Tapi agak ragu juga sebenarnya karena menurut Diska dua kakak tingkatnya itu laki-laki. Aku memutuskan untuk lihat kondisi dulu, kalau seandainya nggak ada perempuan lainnya, sepertinya aku tetap tidak akan berangkat.
Untungnya, setelah aku sampai di meeting point-nya kakak-kakak IMMG, aku melihat ada seorang perempuan ikut dalam rombongan
Kami berangkat jam 4 sore lebih sekitar 10 menit. Cukup padat kondisi lalu lintas di Bandung. Tapi setelah masuk tol semuanya lancar. Dengan arahan Mbak Ega di grup, sedikit bantuan GPS, bertanya ke warga sekitar, dan telepon Kak Ardhi, meskipun harus tersasar-sasar kami akhirnya sampai ke lokasi dimana teman-teman yang lainnya menginap. Kami sampai sekitar pukul 7 malam dalam keadaan belum sholat Maghrib dan jaraknya belum seberapa untuk menjama' sholat.
Ketika kami sampai, keadaan Desa Tenjolaut (tempat kami live-in) gelap total. Kabarnya mati listrik sejak siang hari dan jarang-jarang yang seperti ini terjadi.
Di tengah kegelapan, setelah sholat, kami berbincang tentang apa saja yang dilakukan oleh tim yang lebih dulu datang ke desa ini. Mereka bercerita tentang wawancara yang dilakukan dengan warga siang harinya dan hasil-hasil temuan mereka secara langsung. Lebih lengkapnya mungkin akan dijelaskan di release resmi tapi aku akan coba menceritakan kondisinya sedikit.
Kondisi yang ditemukan adalah wilayah yang diperkirakan akan menjadi jalur kereta cepat ternyata sudah dipatok dan ditandai dengan kode tertentu. Sepanjang pengamatan, ada patok yang tidak terpasang di lahan karena ada jalan umum dan rumah. Artinya jalan umum tersebut kemungkinan besar akan dimodifikasi dan rumah itu akan digusur. Meski begitu, pemilik rumah kebanyakan belum terlalu paham kalau rumahnya akan terkena dampaknya.
Temuan ini bukan ditemukan di Desa Tenjolaut tapi di Desa Puteran yang lumayan jauh jaraknya dari Tenjolaut.
Wawancara lain adalah mengenai seperti apa biaya penggantian yang akan dibayarkan sebagai konsekuensi atas tergusurnya lahan warga. Kami juga bertanya apa yang kira-kira memengaruhi biaya penggantian.
Malam itu, seluruh hasil wawancara dan penemuan siang harinya dibahas dengan Causal Loop Diagram (CLD). CLD merupakan metode yang dipelajari teman-teman sospol di Kuncup Padang Ilalang (KAIL). Dengan metode ini kami belajar bagaimana berpikir sistem, melihat suatu masalah berdasarkan indikator-indikator yang saling terkait. Kami juga belajar seperti apa indikator dan parameter serta bagaimana cara kita menentukan indikator dari suatu permasalahan. Terima kasih, Kak Ardhi, Mbak Ega, dan Dimas atas pencerahannya!
Agenda terakhir malam itu adalah membagi forum ke dalam dua tim dan membuat model CLD untuk permasalahan kereta cepat ini.
Kegiatan kita malam itu berakhir sekitar pukul 10 malam. Setelah kegiatan berakhir, kami bubar ke rumah singgah masing-masing. Kakak-kakak IMMG memutuskan untuk langsung kembali ke Bandung dan tidak menginap. Aku tentu saja menginap. Sudah siap dengan ransel berisi perlengkapan "pagi".
Peserta Forum Malam |
Aku menginap bersama Mbak Ega di rumah basecamp. Katanya, rumah itu adalah milik seorang nenek yang baru meninggal kurang dari 40 hari yang lalu dan memang kondisinya kosong. Jadi lah rumah itu sengaja dipersiapkan untuk kami. Memang ramah sekali tuan rumah di Desa ini. Malam hari kami dikirimi termos penuh dengan air panas yang siap untuk diseduh. Pagi harinya baru saja kami mau menumpang masak, ternyata sudah ada makanan enak yang diantarkan ke rumah basecamp untuk kami. Kami merasa disambut dengan begitu hangat.
Pagi harinya kami habiskan dengan ke pasar untuk membeli beberapa barang dan main werewolf sambil menunggu yang lainnya datang untuk jalan-jalan ke curug. Jam 11 siang kami sudah berencana untuk berangkat, namun kami dipanggil untuk makan bersama dengan lauk sate maranggi. Subhanallah, betapa baiknya tuan rumah kami.
Usai zuhur, kami ditemani oleh beberapa remaja tetangga naik pick-up dan menempuh perjalanan ke Curug Cisomang. Berikut rekaman keseruan perjalanan kami ke curug.
Setelah mobil berhenti,kami cukup kaget karena di depan mata kami bukannya ada curug, malah ada dua jembatan yang bentangnya cukup jauh dan jarak vertikalnya cukup tinggi. Ternyata curugnya ada di bawah dan kami masih harus tracking sampai ke dasar curug.
Dua Jembatan |
Setelah berbagai kesulitan dan hampir jatuh, kami akhirnya sampai di curug dan bisa menikmati dinginnya air walini yang jatuh dari atas. Walaupun tadinya aku tidak berniat basah-basahan, ternyata ujungnya basah juga karena berendam
Setelah cukup lama bermain-main, kami akhirnya mengakhiri bersenang-senang di curug dan naik ke atas. Naiknya lebih terasa berat daripada turunnya. Tapi alhamdulillah semuanya sampai ke atas dengan selamat. Satu gambar terakhir kami ambil sebelum naik ke mobil dan menempuh perjalanan kembali ke basecamp. Pulangnya tidak ada video lagi karena kami sudah terlalu lelah dan rupanya pick-up nya sudah ditunggu oleh pemiliknya.
Berfoto di atas Rel |
Pulang dari curug kami langsung bersih-bersih diri dan bersiap untuk pulang. Skenario kepulangan adalah, semua laki-laki naik motor dan semua perempuan naik mobil dengan aku sebagai supirnya. Walaupun jadi supir aku bersyukur dapat jatah naik mobil. Nggak tau apa rasanya kalau harus pulang naik motor.
Mulai pukul 5 lewat 30 menit kami berpamitan kepada warga desa. Kebanyakan dari mereka sedih karena kami hanya sebentar saja disana. Bahkan ibu di rumah Afin menangis waktu akan ditinggal Afin dan Ilfi, sampai-sampai mereka tidak sampai hati untuk pergi. Kadang terpikir betapa kita lupa bahwa ada banyak orang yang senang dengan kedatangan kita bahkan menunggu-nunggu kita. Tapi rasanya kita lama sekali sadar dan peka.
Bagaimanapun kami tetap kembali ke Bandung hari itu. Pukul 6 lebih 30 menit sore hari kami bertolak dari Walini. Cukup menantang ya menjadi supir di Walini malam-malam begini. Dari arah mana pun yang ada adalah truk muatan. Untuk Mbak Ega dan Afin menemani ngobrol jadi bisa tetap fokus dan terjaga walaupun lelah.
Pukul 9 malam rombongan para perempuan sampai di kampus dengan selamat. Terima kasih Kak Ardhi yang telah meminjamkan mobilnya yang luar biasa halus sehingga perjalanan pulang kami tenteram dan damai.
Dalam tulisan ini:
// Ega Zulfa Rahcita // Afinitasia Rizky // Nadhira Fassya Ghassani // Ilfi Tanzila // Yulida Rachmawati // Aulia Ramadhan // Luthfi Muhamad Iqbal // Ardhi Rasy Wardhana // Fajar Nurghifari Aziz // Dimas Adiyuga Negara // Heri F.R. // Renaldo Valentin // Kakak-kakak IMMG //
0 comments