Luwes Ber-KM ITB #1: Menghayati KM ITB Melalui Berbagai Peristiwa dan Gagasan yang Menyertai Kelahirannya

April 01, 2020

Penting bagi kita mengingat sejarah. Hari ini adalah hasil dari hari kemarin dan begitu terus hingga berujung pada ketiadaan. Sejarah lah yang membentuk eksistensi. Sebab kita menjadi ada hanya karena kita tahu bahwa kita pernah tiada. 
Sudah dua puluh tahun sejak KM ITB lahir. Dan nampaknya, dua puluh tahun waktu yang sangat cukup untuk kemudian anggotanya mempertanyakan, “apakah KM ITB masih relevan?”

Sejak saya TPB tiga tahun yang lalu, saya sudah sangat sering mendengar pertanyaan tersebut dan bahkan lebih sering lagi di tahun-tahun setelahnya. Diantara banyaknya sensasi terkait “bubarkan KM ITB”, ada dua peristiwa yang paling saya ingat.

Yang pertama adalah sensasi oleh admin Dusta Ganesha di tahun 2016, Atolah R.Y. atau yang lebih dikenal publik dengan nama Ofek. Dia mengambil berkas pencalonan Presiden KM ITB untuk membakarnya dan mengunggah videonya ke dunia maya dengan tagline: another system is possible. Video tersebut cukup menjadi bahan perbincangan, namun belum cukup untuk benar-benar membuat KM ITB runtuh dan dibangun kembali.

Yang kedua, pertanyaan di hearing terpusat PEMIRA KM ITB 2017 untuk Ketua Kabinet KM ITB yang diikuti oleh Alfatehan dan Ahmad Wali. Kala itu, seorang anggota KM ITB bertanya, “Apa Manfaat KM ITB?” Kedua calon menjawab dengan jawaban yang tidak begitu berkesan bagi saya, sebab saat ini pun saya sudah tidak mengingatnya.

Akan tetapi, jawaban menarik terlontar dari Presiden KM ITB yang saat itu menjabat, Ardhi Rasy Wardhana. Ia berkata bahwa selama ini kebanyakan dari kita hanya melihat KM ITB dari sudut pandang struktural dan fungsional saja. Kita belum bisa melihat KM ITB dengan lebih fundamental lagi, terkait nilai atau value dari KM ITB itu sendiri. Ia dengan berapi-api menjelaskan dan dalam pemahaman saya kurang lebih: “KM ITB memiliki nilai persatuan dan dimaksudkan tak ubahnya sebuah keluarga. Maka jika kita sudah mampu memahami bahwa KM ITB adalah keluarga, bukankah tidak mungkin kita mempertanyakan apa manfaat dari keluarga yang kita miliki?"

Kedua pernyataan ini membuat saya memikirkan beberapa hal. Dari kejadian Ofek, saya menyadari bahwa sesungguhnya saya belum pernah memperhatikan kalau-kalau ada sistem lain yang lebih baik untuk diterapkan pada kemahasiswaan ITB. Adakah?

Lalu jawaban Ardhi, membuat saya bertanya-tanya mengapa saya belum pernah sampai saat ini berfikiran bahwa KM ITB adalah keluarga. Dan saya yakini hampir semua yang membaca tulisan saya ini mungkin juga baru pernah mendengar pernyataan tersebut.

Kedua pertanyaan saya berujung pada sebuah kesadaran, bahwa untuk menjawabnya, saya harus menyelami kelahiran KM ITB: Bagaimana aktivis kemahasiswaan pada masa itu memperjuangkan kemahasiswaan ITB? Seperti apa bentukan paling awal dari KM ITB yang mengandung maksud paling murni yang dipicu oleh kebutuhan yang muncul akibat kondisi? Mengapa hari ini kita lupa dan seakan tidak memiliki akses untuk dapat terpapar atas itu semua?

Mari kita buka kembali apa yang bisa kita buka dan dengar cerita yang masih dapat kita dengar.

Perjuangan menghidupkan kembali organisasi kemahasiswaan terpusat yang mati di tahun 1978 telah dimulai sejak tahun 1995. Perancangan konsep organisasi KM ITB dilakukan sejalan dengan penolakan terhadap konsep SMPT yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha penolakan SMPT dengan perancangan konsep organisasi kemahasiswaan yang ditempuh oleh mahasiswa ITB sangat beragam.

Dimulai dari rapat internal aktivis kemahasiswaan ITB, konsolidasi dengan mahasiswa kampus lainnya, sampai membuat rancangan pedoman umum organisasi kemahasiswaan. Rancangan umum yang dibuat oleh tim mahasiswa ITB dipresentasikan dalam pertemuan pembantu rektor Indonesia sehingga diharapkan dapat menjadi acuan organisasi kemahasiswaan di kampus-kampus di Indonesia. Rancangan ini adalah cikal bakal KM ITB dan termasuk rancangan awal.

Konsep awal KM ITB dibahas pada musyawarah kerja mahasiswa ITB, dihadiri oleh senator dan ketua lembaga (senator dibentuk melalui pertemuan ketua lembaga), dan kemudian dideklarasikan pada 20 Januari 1996. Namun sayangnya, kemenangan sistem KM ITB masih jauh di depan sebab dijegal oleh ultimatum Pembantu Rektor III ITB yang menginginkan segera dibentuk SMPT. Para aktivis kemahasiswaan kala itu tidak kenal rasa takut, meski harus secara lantang berdialog dengan Pembantu Rektor III yang sudah jelas mengultimatum agar mahasiswa ITB membentuk SMPT. Mereka berusaha, meskipun alot, memperjuangkan rancangan konsep kemahasiswaan yang telah disepakati di musyawarah kerja.

Setelah itu perjuangan masih panjang dengan berbagai negosiasi dan perancangan sistem-sistem kemahasiswaan lainnya, yakni BPI dan TVST. Kemudian ketiga konsep tersebut dikaji sehingga menghasilkan Konsepsi KM ITB 1998 yang disahkan sebagai konsepsi kemahasiswaan kita. Namun, konsepsi yang kita kenal hari ini sedikit banyak memiliki perbedaan dengan konsepsi yang lahir dua puluh tahun silam.

Untuk dapat sedikit banyak memahami kondisi, maksud, tujuan KM ITB secara tersirat, saya akan menggarisbawahi beberapa poin yang saya anggap penting dalam lahirnya Konsepsi KM ITB 1998.


Menyarikan Inti Urusan KM ITB Melalui Kemendesakan dan Kebutuhan Minimal

Melalui catatan sejarah yang tertinggal kita tidak hanya dapat menyarikan hal-hal yang tersurat, namun juga tersirat. Seperti dalam proses lahirnya konsepsi kemahasiswaan kita 1998 lalu, semangat dan arah perjuangan aktivis kemahasiswaan pada massa itu dapat sedikit banyak menggambarkan kemendesakan seperti apa yang menjadi energi perjuangan setiap individu yang membentuk konsepsi KM ITB.

Kebanyakan orang yang membaca Konsepsi KM ITB yang telah diamandemen terakhir 2015 mengatakan bahwa pada dasarnya KM ITB ada untuk memenuhi kebutuhan yang merupakan kebutuhan seluruh mahasiswa. Padahal, jika kita lihat lebih jeli, FKHJ dan BKSK yang merupakan ketua lembaga pada saat itu membutuhkan KM ITB, memiliki kemendesakan untuk membuat suatu bentukan kemahasiswaan terpusat, dikarenakan perlunya menyikapi SK Mendikbud No. 0457/U/1990 mengenai SMPT. Sehingga dapat saya simpulkan bahwa kemendesakan yang paling dasar dari terbentuknya KM ITB justeru adalah kesatuan dalam menyikapi permasalahan. Menyikapi seperti apa dan permasalahan apa saja? Jawabannya tercantum dalam tujuan dibentuknya MPM (cikal bakal Kongres KM ITB) oleh FKHJ dan BKSK: terciptanya kemahasiswaan ITB yang mampu membentuk wawasan, sikap, dan karakteristik mahasiswa ITB atas dasar kesadaran sosial dan nasional yang berperan dalam dialektika pengembangan IPTEK dan seni, peduli pada kesejahteraan dan solidaritas mahasiswa, dan ikut bertanggungjawab atas problematika umat manusia.

Dalam tujuan ini terkandung semangat untuk memiliki kesamaan nilai (value) dalam berdialektika, yakni kesadaran sosial dan kesadaran nasional. Adapun dialektika dilakukan dalam aspek pengembangan, kesejahteraan mahasiswa, dan permasalahan umat manusia secara umum (saya memaknainya menjadi dua hal, yakni permasalahan kebangsaan dan permasalahan kemanusiaan/internasionalisme).

Kesamaan nilai dalam dialektika tentu dimaksudkan agar kita memiliki satu sikap sebagai mahasiswa ITB yang tumbuh dan berkembang dalam sistem kemahasiswaan ITB. Itulah harapan yang bagi saya tercermin dalam semangat pembentukan kemahasiswaan terpusat pada masa itu.

Adapun persoalan berikutnya mengenai kebutuhan akan organ pengorganisasi lembaga-lembaga KM ITB (pemersatu), pemenuhan kesejahteraan mahasiswa, serta pengelolaan kaderisasi adalah hal berikutnya yang merupakan tugas pokok dan fungsi paling awal dari KM ITB (dalam rancangan awal sebelum 1998). Hal-hal inilah, bersama dengan kesatuan sikap di awal yang kemudian saya maknai sebagai inti urusan KM ITB.

Apa itu inti urusan? Inti urusan sendiri merupakan sesuatu kegiatan utama dari suatu entitas, dalam hal ini berarti kegiatan utama KM ITB, sesuatu yang hanya dimiliki oleh kemahasiswaan terpusat dan wajar apabila lebih diutamakan ketimbang urusan lainnya sebab tidak ada entitas yang mengakomodasi kegiatan tersebut sebelumnya.

Inti urusan KM ITB dapat terlihat dari minimal departemen yang diharuskan dimiliki kabinet dari hasil Muker Mahasiswa ITB yang pertama. Bahwa selain ketua dan sistem pendukung, seminimalnya kabinet harus memiliki departemen pendidikan, departemen kaderisasi, departemen kesejahteraan dan badan usaha, departemen kesenian, departemen olahraga, dan departemen extern.

Tiga dari enam departemen yang diwajibkan terkait dengan mengoordinasikan kegiatan oleh unit dan himpunan dan pembentukan kegiatan terkait ketiga hal tersebut dalam rangka pemenuhan kebutuhan atau kesejahteraan mahasiswa. Di titik ini, kita dapat melihat upaya adanya integrasi kegiatan lembaga-lembaga di KM ITB dalam aspek yang sama agar tidak saling tumpang tindih dan berjalan sendiri-sendiri. Bahkan diberikan wewenang untuk kabinet mengadakan kegiatan atau program yang sekiranya dianggap perlu.

Kemudian terkait kesejahteraan mahasiswa, terdapat satu harapan utama dalam pembentukan departemen kesejahteraan mahasiswa ini, yakni adanya koordinasi semua kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk kesejahteraan mahasiswa. Saya melihat dalam harapan ini terkandung makna bahwa bukan berarti kesejahteraan mahasiswa hanya diupayakan oleh kemahasiswaan terpusat saja, melainkan oleh seluruh lembaga kemahasiswaan ITB dalam kapasitasnya masing-masing dan kabinet dalam hal ini hadir sebagai koordinator gerakan kesejahteraan mahasiswa.

Adapun terkait kaderisasi, terdapat tiga hal yang harapannya dapat dipenuhi oleh Departemen Kaderisasi, yakni pengaturan kebijakan kaderisasi, pelaksanaan kaderisasi terpusat, dan pengoordinasian kaderisasi di Himpunan dan Unit. Terlihat bahwa dalam usaha menyamakan nilai dan sikap sebagai satu entitas mahasiswa ITB, diperlukan kaderisasi terpusat yang matang. Meletakkan urusan kaderisasi sebagai satu hal yang wajib diakomodasi oleh kabinet menempatkan urusan tersebut menjadi wajib untuk diakui, dimiliki, dan diaudit oleh seluruh mahasiswa ITB.

Keempat hal itu lah yang saya maknai sebagai inti urusan KM ITB: kesatuan sikap, dinamisasi kampus, kesejahteraan mahasiswa, dan kaderisasi terpusat.

Keempat hal tersebut menjadi inti urusan bukan berarti hal lain tidak menjadi urusan. Keempat tersebut adalah hal minimal yang selalu harus ada, sedangkan hal lain dapat dilihat sesuai dengan situasi dan kondisi.

Jangan heran jika hari ini kita melihat gerakan kabinet kadang melulu menyoal sosial politik atau sosial kemasyarakatan, atau terlalu concern dengan kaderisasi terpusat, atau bersemangat mengoordinasi pemenuhan kebutuhan dasar oleh lembaga, atau getol menggebrak massa kampus dan berusaha mempertemukan pandangan dan menyatukan arah gerakan. Sebab hal-hal tersebut adalah inti urusan KM ITB sejak awal masih embrio. Mungkin zaman memang berubah, tapi bagi saya, inti urusan itu tidak boleh ditinggalkan sebab hanya KM ITB sebagai organisasi kemahasiswaan terpusat yang mampu mengemban peran tersebut.


Independen: Bebas dari Pengaruh Eksternal KM ITB

Penting untuk diketahui bahwa sejak awal konsep KM ITB dimunculkan, independen adalah kata yang selalu ada dalam menyifati KM ITB. KM ITB telah ditetapkan bersifat independen dalam menentukan kebijaksanaan tanpa adanya intervensi dan penetrasi SAMA SEKALI dari pihak eksternal KM ITB.

Hal ini sangat perlu untuk dinyatakan sebab salah satu inti urusan KM ITB adalah kesatuan sikap dan tidak jarang urusan tersebut harus bersinggungan dengan pihak eksternal. Membebaskan diri dari intervensi dan penetrasi eksternal dapat mengamankan KM ITB dari tunggangan kepentingan yang akan mengancam integritas dan stabilitas KM ITB.

Sifat independen disepakati bersama akan menjaga KM ITB dari entitas-entitas yang berusaha memanfaatkannya. Secara langsung sistem ini membuat pagar tinggi-tinggi untuk kepentingan apapun masuk baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Maka hendaknya kita yang ada hari ini menjunjung tinggi independensi KM ITB ini sebagai bentuk menghargai kesatuan dan persatuan KM ITB.


Seleksi Anggota Kabinet: Mencegah Elitisme dan Hegemoni Kelompok

Kalau hari ini banyak orang merasa mereka yang menjabat di kabinet adalah kaum elitis atau ada kelompok tertentu yang menguasai kabinet sehingga muncul hegemoni kelompok, maka sesungguhnya hal tersebut sangat bertentangan dengan semangat pembentukan KM ITB. Perintis KM ITB rupanya sudah memikirkan bahwa selain organisasi kemahasiswaan ini harus bebas dari pengaruh eksternal, maka kabinet pun harus bebas dari pemimpin-pemimpin yang menolak untuk dekat dengan rakyat.

Salah satu poin yang disebutkan dalam Kosepsi KM ITB 1998 adalah bahwa usulan anggota kabinet yang diusulkan oleh ketua kabinet akan dinilai oleh kongres dengan kriteria dan mekanisme tertentu. Adapun tujuannya adalah mencegah elitisme dan hegemoni kelompok. Wewenang Kongres KM ITB dalam hal ini sangat besar. Bahkan apabila usulan anggota kabinet dianggap tidak layak sampai tiga kali, Kongres KM ITB berhak melakukan referendum untuk menurunkan ketua kabinet dari jabatannya.

Dari kata-kata ini, kita dapat melihat bahwa sejatinya KM ITB ingin memberikan kesempatan kepada seluruh mahasiswa ITB tanpa terkecuali untuk menjadikan kabinet KM ITB sebagai wadah belajar tentang keorganisasian dan kepemimpinan. Siapapun kita, dari mana pun asal daerah kita, apa pun agama kita, KM ITB menjamin hak kita dalam berorganisasi. Bahkan, ketua kabinet yang jelas mengebiri hak tersebut dengan mengisi kabinetnya dengan tujuan menciptakan hegemoni DAPAT DITURUNKAN. 

Hal ini penting, sebab meski aturan ini sudah tidak dituliskan, namun semestinya aturan ini tetap kita hayati sebagai sebuah common sense. Bahwa jelas tidak ada pemimpin mana pun yang boleh dengan jahatnya menjegal jalan orang yang ingin berkemahasiswaan melalui wadah-wadah yang ada di KM ITB selama ia adalah seorang anggota KM ITB yang juga independen dan bebas dari kepentingan eksternal mana pun.


Pemosisian Ketua Himpunan dan Senator

Banyak diantara kita bertanya-tanya, untuk apa ada rapat pimpinan padahal keputusan mengenai KM ITB ada di tangan kongres? Jawabannya sangat sederhana sebenarnya.

Memang benar bahwa Kongres KM ITB merupakan perwujudan kedaulatan tertinggi di KM ITB yang sesungguhnya dimiliki oleh seluruh anggota KM ITB. Namun hakikatnya Kongres KM ITB bukan pemegang kekuasaan memerintah sebab Kongres hanya memandatkan kepada eksekutif tingkat pusat. Eksekutif tersebut lah yang memiliki kekuasaan memerintah, namun karena sifatnya mandat dari Kongres, maka kekuasaannya dibatasi oleh kewenangan Kongres KM ITB.

Namun, selain ada eksekutif di tingkat universitas, terdapat organisasi lain yang berdasarkan sistem pembagian wilayah kerja (Konsepsi KM ITB 1998) memiliki kekuasaannya sendiri dan memiliki otonomi (tidak dapat diintervensi oleh entitas di luar lembaganya) dengan catatan selaras dengan KM ITB. Oleh karena penetapan sistem pembagian wilayah kerja, HMJ dan Unit tidak berada di bawah eksekutif tingkat pusat, sebab memiliki ruang gerak yang tidak dapat diintervensi oleh pusat. 

Sehingga hal ini menyebabkan HMJ dan Unit memiliki peran sebagai mitra kerja dan mitra gerakan. KM ITB adalah organisasi kemahasiswaan terpusat yang massa-nya adalah massa unit dan HMJ sehingga dalam melakukan kerja atau gerakan perlu adanya koordinasi sebagai satu KM ITB. 

Kongres KM ITB mungkin adalah filter dari gerakan itu, memberikan pandangan dan persetujuan atas usulan gerakan, namun HMJ dan Unit adalah mitra gerakannya. Dan ketua-ketua lembaga adalah pemimpin dari masing-masing organisasi yang menjadi mitra gerakan eksekutif terpusat itu sebagai eksekutif wilayah dan dalam hal ini diwakili oleh pimpinan masing-masing lembaga.

 Pimpinan lembaga secara kongkrit adalah bagian dari gerakan KM ITB tersebut sehingga jelas bahwa konsolidasi pimpinan-pimpinan diperlukan sebab tentunya eksekutif terpusat KM ITB tidak memiliki basis massa untuk gerakan, pimpinan lembaga juga pasti tidak hanya ingin hanya menjadi penyedia sumber daya tanpa secara kongkrit ikut dalam diskursus gerakan. Oleh karena itu rapat pimpinan ada hingga hari ini. Bukan untuk menghidupkan elitisme atau hegemoni kelompok, justeru malah untuk mencegah hal tersebut. Dengan catatan rapat pimpinan bukan untuk membentuk lembaga KM ITB kesekian, melainkan dijadikan wadah dalam membawa warna lembaga masing-masing.


Kongres: Kekuatan dan Kelemahan Sistem 

Kekuatan Kongres KM ITB yang begitu besar sejak awal sekali disadari sebagai kelemahan sistem KM ITB. Kongres dapat dikatakan menjadi lembaga yang paling berperan dalam pengawasan terhadap eksekutif terpusat yang memiliki sangat banyak wewenang kekuasaan. Apabila kontrol oleh Kongres KM ITB lemah, ini akan menjadi celah terjadinya hegemoni kelompok yang dikhawatirnya. 

Kelemahan kongres ini dalam pandangan saya dapat terjadi karena banyak hal. 

Bisa jadi karena mereka yang mengutus senator tidak melakukan pemilihan secara ideal sehingga senator terpilih tidak memiliki kecakapan yang cukup, melainkan diutus hanya untuk melengkapi hak lembaga pengutus dalam KM ITB. 

 Bisa jadi karena senator utusan tidak memiliki rasa tanggungjawab dan penghayatan terhadap KM ITB sehingga asal-asalan dalam mengemban amanahnya dan lembaga pengutusnya menolak melakukan recall sebagai mekanisme yang diusulkan dalam Konsepsi KM ITB 1998. 

Bisa jadi senator lupa atas hakikatnya sebagai representasi massa lembaga yang mengutusnya sehingga seringkali hanya mengeluarkan pendapat selalu berdasarkan justifikasi pribadinya. 

Atau bisa jadi juga justeru hegemoni kelompok yang dikhawatirkan terbentuk di eksekutif terpusat justeru terbentuk di Kongres KM ITB atau malah di HMJ sehingga keputusan yang dihasilkan tidak sampai kepada seluruh massa KM ITB.

Mungkin wacana-wacana yang mempertanyakan relevansi KM ITB hari ini melihat ketidakidealan yang terjadi dan melemahnya sistem organisasi KM. Mungkin mereka hanya melaksanakan tugas mereka sebagai garda moral terakhir sistem kemahasiswaan untuk menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan, sebab saat ini mungkin hal-hal yang saya sebutkan telah semuanya terjadi. Tapi jangan khawatir, selalu ada kemudahan bagi mekanisme perubahan organisasi apabila sebab satu dan lain hal tindakan tersebut diperlukan.


Bubarkan Bukan Hancurkan

Kawan-kawan KM ITB, demikian saya memaknai KM ITB sebagai tempat saya memelajari banyak hal. Menyoal pertanyaan apakah KM ITB saat ini masih relevan atau tidak, kalau bagi saya permasalahannya bukan terletak pada relevansi sistem. Melainkan para pelaku sistem yang saat ini sudah berlaku sangat jauh dari keidealan. Bahkan hari ini saya melihat hegemoni kelompok yang dikhawatirkan dahulu kini sudah terbentuk.

Di sisi lain, mereka yang merupakan massa KM ITB menolak untuk mengenal lebih jauh sistem KM ITB dan hanya berteriak, “Bubarkan saja!” karena muak dengan ketidakidealan yang terjadi. Seakan ingin menjadi garda terakhir KM ITB seperti yang dituliskan konsepsi, namun lupa bahwa KM ITB punya inti urusan yang harus diakomodasi oleh suatu sistem kemahasiswaan. Bubarkan itu bukan berarti hancurkan! Diperlukan adanya usaha yang seminimal-minimalnya akan setara dengan perjuangan senior kita membentuk KM ITB dua puluh tahun silam. Harus ada usulan sistem lainnya yang kita anggap relevan jika KM ITB memang sudah tidak.

Langkah bubarkan KM ITB harus disertai dengan langkah membangun kemahasiswaan ITB dan tentunya membangun tentu tidak semudah membubarkan.

Apakah kita sudah termasuk mereka yang sungguh-sungguh ingin kemahasiswaan terpusat ini menjadi lebih baik dan siap mengusahakan sejauh itu? Atau hanya orang-orang malas yang bahkan membaca saja tidak, memahami perjuangannya saja tidak, lalu seenaknya bilang bubarkan tanpa mau berusaha apa-apa?

Mari buka mata, hati, pikiran. Mari ketahui, pahami, maknai. Jangan merasa sudah pintar padahal sampai di titik ini kita tentu belum apa-apa dan masih bukan apa-apa.

Bandung, 16 Juli 2018
Anggota KM ITB
Andriana Kumalasari
Teknik Sipil 2014



Luwes Ber-KM ITB adalah sebuah jurnal yang berisi cerita-cerita penulis selama menjadi mahasiswa. Tulisan-tulisan dalam jurnal ini bukan merupakan acuan kebenaran atau keidealan, melainkan bagian dari pemaknaan yang tidak ingin hanya tersimpan dalam fikiran.

You Might Also Like

0 comments