Luwes Ber-KM ITB #3: HMS ITB Saja Cukup

April 01, 2020

Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) di ITB merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan non-profit yang dilatarbelakangi oleh program studi atau keilmuan yang sama. Secara struktural, HMJ merupakan basis massa dari KM ITB dan bagian dari organisasi di internal KM ITB. Bicara fungsional. keilmuan dan keprofesian merupakan esensi dari HMJ itu sendiri sehingga kegiatannya tentu tidak akan begitu jauh dari kedua hal tersebut. HMJ memiliki peran menjadi wadah aktualisasi diri mahasiswa ITB sesuai keilmuan dan keprofesian masing-masing.

Namun, terlepas dari kedudukannya baik secara struktural di KM ITB maupun secara fungsional, HMJ adalah rumah bagi masing-masing anggotanya. Setiap anggota KM ITB hanya bisa memasuki satu HMJ saja, tidak bisa menjadi anggota dua atau lebih HMJ. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika saya katakan bahwa HMJ merupakan rumah untuk setiap anggotanya berkembang, dan tempat kembali jika sudah anggotanya berkelana mencicipi berbagai wadah aktualisasi diri di kampus tercinta.

Begitupun bagi saya, seorang anggota HMS ITB. Sebagai anggota dari HMJ yang telah mencicipi berbagai asam manis hidup berkemahasiswaan di ITB, saya punya pemaknaan tersendiri mengenai berhimpun. Saya juga memiliki definisi emosional tersendiri terhadap HMS ITB dan apa yang ideal bagi saya. Maka melalui barisan kata ini, akan saya sampaikan sedikit dari apa yang ada di kepala saya.

HMS ITB adalah sebuah rumah, bukan hanya tempat saya kembali pulang, namun juga tempat saya berperan, menjadi adik dahulu dan kemudian menjadi seorang kakak. HMS ITB yang sepatutnya memperkenalkan saya kepada dunia kemahasiswaan ITB yang sebenar-benarnya, selayaknya keluarga yang pertama kali memperkenalkan dunia luar kepada anak-anak atau kader-kadernya. HMS ITB yang sepatutnya menjadi tempat pertama saya mencari jawaban atas pertanyaan mengenai polemik kemahasiswaan ITB, dan HMS ITB pula yang sepatutnya menjadi tempat pertama saya beropini dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala anggota lainnya.

Sebagai anggota HMS ITB, saya sepatutnya menjadi kader HMS ITB. Saya sepatutnya mendapatkan hal-hal terkait kemahasiswaan ITB serta keilmuan dan keprofesian dari sudut pandang HMS ITB. Semangat itu yang selalu saya tanamkan di dalam diri dan hati saya. Meski pada kenyataannya, bahkan untuk diri saya sendiri keidealan itu tidak terjadi.

Masa-masa awal saya berkemahasiswaan di ITB tidak sebagian besar dihabiskan di HMS ITB. Saya yang hari ini boleh saya katakan tidak dibentuk oleh HMS ITB, melainkan lompat kesana dan kemari mencari jawaban sendiri atas pertanyaan sendiri. Bukan HMS ITB yang menjadi wadah pertama dan utama saya belajar. Saya lebih banyak bermain di luar, lebih merasa mencari di luar dapat memenuhi apa yang saya ekspektasikan terhadap diri saya

Saya betah sekali ada di luar HMS ITB, bangga sekali dengan sebutan “kader KM ITB” yang dilabel “golongan tengah”, sampai suatu hari di masa tingkat dua akhir saya menyadari bahwa sepatutnya saya tidak melakukan hal tersebut. Saya menyadari terlalu jauh dari HMS ITB selama setahun pertama adalah sebuah kekeliruan. Pada saat itu saya menyadari bahwa apa yang saya kerjakan di luar akan hilang pada saatnya, akan selesai jika memang hal itu sudah selesai. Lalu setelah selesai, maka orang-orang yang ada disana tidak akan lagi memiliki pijakan yang sama dengan saya dan pada akhirnya saya harus memilih lagi, berdiri sendiri atau berdiri mencari kawan lainnya. Sedangkan tidak demikian halnya dengan HMS ITB. Sekali saya menjadi anggota, maka itu akan selalu melekat pada saya dan begitupun anggota lainnya. Saya akan selalu menemukan teman-teman yang berpijak di daratan yang sama tanpa perlu sulit mencari. Kembalinya saya ke HMS ITB di akhir tingkat dua didorong oleh rasa takut akan krisis eksistensi, takut akan tidak adanya keberadaan. Terlalu egois? Jangan buru-buru menilai, ingat bahwa dulu saya baru setahun jadi anggota HMS ITB.

Setelah itu saya berusaha menyamankan diri di HMS ITB meski saya akui berbaur itu sulitnya bukan main. Saya selalu merasa “orang lain” dan bukan bagian dari HMS ITB meskipun kenyataannya tidak begitu. Saya selalu merasa out of place ketika menghadiri acara HMS ITB. Tidak banyak sapaan ramah, jangankan dari senior, bahkan tidak dari angkatan saya sendiri. Entah mungkin karena terlalu lama pergi, atau karena memang begitulah kondisi HMS ITB pada saat itu.

Di masa-masa sedang kembali, saya bersama kawan-kawan yang lain menghadapi pemilihan ketua himpunan yang chaos bukan main. Banyak orang yang mengevaluasi namun pada akhirnya tidak ingin melakukan apa-apa. Banyak feedback namun tidak ada yang merasa feedback itu ditujukan untuknya. Meski akhirnya masalah sedikit demi sedikit terselesaikan, namun tidak bisa saya pungkiri muncul masalah-masalah baru kemudian.

Beberapa bulan berusaha selalu ada untuk HMS ITB dan berusaha ikut campur untuk menyelesaikan masalah, pada akhirnya saya menyerah juga dan kembali pergi ke luar HMS ITB. Hal yang mendorong saya melakukannya adalah karena ternyata saya lebih takut diam daripada harus menghadapi krisis eksistensi. Sebenarnya yang saya maksud diam bukan hanya berarti tidak berkembang, melainkan juga tidak melakukan pergerakan apa-apa. Sebab pergerakan tak bisa dilakukan sendirian, dan sulit sekali mencari rekan pergerakan yang memiliki ghirah yang sama dengan saya di HMS ITB sehingga jangankan gerakan, dialektika saja sulit sekali terjadi. Egois? Ya, saya akui betapa egoisnya saya kala itu.

Maka pergilah lagi saya dari HMS ITB dan kali ini untuk menerima amanah dari satu KM ITB sebagai seorang Menteri di Kabinet Suarasa. Namun meski saya memutuskan kembali mencari di luar, saya berusaha tetap ada kapanpun HMS ITB membutuhkan bantuan saya. Sebuah komitmen yang saya harap bisa sedikit mengurangi dosa saya meninggalkan HMS ITB lagi.

Setelah setahun menjadi Menteri, ternyata belum selesai kesempatan mengabdi saya untuk KM ITB. Maka disinilah saya sekarang menjadi salah satu pimpinan terpusat kampus. Satu hal yang saya syukuri, sebab setahun menjadi Menteri, banyak kesadaran baru yang kemudian merasuki saya dan saya butuh waktu lebih dari Juli 2018 untuk kemudian menyampaikan gagasan dan menerapkannya untuk HMS ITB dalam kapasitas saya hari ini yang selalu sama dengan yang lalu, yakni anggota biasa HMS ITB.

Tidak ada yang namanya kader KM ITB atau sering disebut “golongan tengah” yang eksistensinya sangatlah kuat hari ini. Lembaga kader di KM ITB adalah HMJ dan untuk saya HMS ITB. Maka sepatutnya segala Pendidikan mengenai kemahasiswaan ITB saya dapatkan di HMS ITB. Seorang kader HMS ITB siap bukan hanya untuk memajukan HMS ITB, namun juga seharusnya siap mengabdi untuk satu KM ITB. Tugas HMS ITB untuk memastikan sang kader punya kapabilitas untuk itu. Itulah alasannya menyalonkan diri menjadi Ketua Kabinet atau MWA WM di KM ITB hanya bersyarat minimal dua tahun menjadi anggota KM ITB. Sebab sepatutnya selama dua tahun itu, HMJ telah memberikan Pendidikan yang cukup untuk mengisi kapasitas para kadernya.

Untuk KM ITB harusnya saya tidak lagi kosong dan minta diisi, karena HMS ITB seharusnya sudah mampu mengisi saya sedemikian rupa. Dan satu hal yang saya sesali sampai hari ini adalah keegoisan-keegoisan saya yang akhirnya berujung pada ketidakdewasaan saya meninggalkan HMS ITB dan bukan berusaha membenahinya. Maka sebuah keberuntungan bagi saya masih bisa menebus penyesalan saya dengan menambah usia kemahasiswaan saya setahun lagi.

Saya yang hari ini berusaha semaksimal yang saya bisa untuk tetap ada bagi adik-adik HMS ITB yang membutuhkan, hanya agar tidak ada lagi yang merasa HMS ITB kurang sehingga harus mencari di tempat lain sehingga lupa untuk kembali. Juga jangan sampai adik-adikku hari ini hanya melihat HMS ITB saja sampai lupa bermain dan berbaur dengan kawan-kawan mahasiswa lainnya. Kita harus inklusif dan eksklusif dengan kadar tertentu. Biarlah kesalahan saya hanya oleh saya dan tidak oleh yang lainnya. Saya ingin HMS ITB dapat hidup dan tidak ditinggalkan oleh anggotanya.

Tapi anggotanya juga harus ingat bahwa HMS ITB sesungguhnya adalah organisasi non-profit sehingga pada hakikatnya HMS ITB tidak bisa memberikan apa-apa dalam bentuk fisik. Namun, HMS ITB adalah basis massa serta lembaga kader di KM ITB yang siap memberikan pendidikan bagi seluruh kadernya. HMS ITB adalah rumahku, kini bukan hanya tempatku kembali, tapi juga tempatku membimbing agar dari yang sudah berlalu baiknya diambil dan buruknya dibuang. Demi HMS ITB yang lebih baik, ijo ijo ijo!

You Might Also Like

0 comments