#Gelitik Pagi: Sebuah Refleksi
April 08, 2016
Saya sudah lama berada di ranah ini. Sejak saya pertama kali menginjakkan kaki di kampus. Saya bertahan untuk alasan yang sederhana: karena suka. Saya suka setiap saya bergerak dengan berfikir dahulu matang-matang, saya suka saat bergerak tidak perlu bertentangan dengan nurani saya. Saat lingkaran yang mengajak saya kemudian berhenti karena laporan pertanggungjawaban, saya merasa hidup saya kosong.
Saya tidak sanggup berkata-kata. Segera setelah mendengar kenyataan saya hanya terdiam. Saya tahu bahwa saya sama saja dengan mereka yang saya sebut di atas: mereka yang tidak akan tahu kenyataan. Kecuali saya memilih berada disana dini hari ini dan saya memilih mendengarkan.
Banyak lingkaran lain yang bersedia mewadahi saya dengan cara yang sama. Tapi, saya adalah saya. The ENTP: ingin cari aman. Saya takut mengambil side tertentu, saya takut hal-hal itu akan berdampak banyak untuk kehidupan saya saat ini. Bukankah saya sangat egois?
Nyaris setahun setelah lingkaran saya itu selesai, saya hanya bergerak "seadanya". Tahu tentang sesuatu, bertanya, berkunjung, tapi lalu apa? Saya tidak pernah tau mau membawa diri saya kemana. Saya tidak pernah tahu sebenarnya saya mau apa.
Setelah sekian lama, seorang yang pernah ada di lingkaran yang sama dengan saya dulunya mengajak saya untuk melakukan hal "itu" lagi. Tentu saya mau. Saya rindu, saya ingin. Saya hanya terlalu pengecut untuk mencari sesuatu di kanan atau di kiri dan pada akhirnya hanya menunggu yang di "tengah".
Saya masih begitu menyedihkan. Sampai dini hari ini. Saat saya mendengar sebuah kisah yang membuat semuanya terasa sampah. Bukan sesuatu yang berlebihan. Hanya sebuah kenyataan. Kenyataan yang tidak akan diketahui oleh orang-orang yang sibuk berdebat padahal seharusnya bantu dan bergerak saja. Kenyataan yang tidak akan diketahui orang-orang yang membayar oknum puluhan juta untuk melakukan ketidakadilan. Kenyataan yang tidak akan diketahui oleh orang-orang yang nuraninya mati hanya untuk deretan nilai A B. Kenyataan yang tidak akan diketahui oleh orang-orang yang sibuk "berperang" untuk titel pejabat kampus.
Saya tidak sanggup berkata-kata. Segera setelah mendengar kenyataan saya hanya terdiam. Saya tahu bahwa saya sama saja dengan mereka yang saya sebut di atas: mereka yang tidak akan tahu kenyataan. Kecuali saya memilih berada disana dini hari ini dan saya memilih mendengarkan.
Saya tahu saya mau apa sekarang. Saya tahu bahwa saya tidak bisa selamanya menjadi seorang generalist. Saya pada akhirnya akan memilih ingin berdiri dimana. Dan saya akan menjawab pertanyaan yang tidak bisa saya jawab dini hari ini:
Kamu mau ngapain, Na?
0 comments